Penulis terinspirasi untuk menuliskan artikel ini setelah membaca postingan rekan DKA yang ada di sini kemarin. Dan penulis mencoba untuk mengkaji alasan mengapa RASIS di negeri kita masih saja ada terutama yang ditujukan untuk kalangan etnis cina. Bagi orang yang menganut agama tentu menyadari, bahwa setiap manusia dengan latar belakang apapun pasti sama di hadapan Sang Pencipta. Masalahnya, apakah kita sebagai umat-Nya juga bisa konsekuen menyikapi perbedaan yang ada di depan mata?
Banyak orang yang hanya terlihat manis di bibir tapi pahit di lidah. Banyak pula orang yang ’sok pluralis’ tetapi kenyataannya dia malah memasung perbedaan itu sendiri. Tanyakan saja pada rekan-rekan kita yang berasal dari etnis cina ketika dia ingin mengurus misalnya KTP, Passport, SIM, dan surat-surat berharga lainnya. Apakah mereka dipermudah atau dipersulit saat pengurusannya oleh pejabat terkait? Rahasia umum sudah menjawabnya lebih dulu, tak ada yang ‘mudah dan gratis’ untuk mereka kecuali ada duit.
Kenapa itu bisa terjadi? Karena (mungkin) sedari awal jauh sebelum ‘Kerusuhan Mei 1998′ lalu, etnis cina umumnya (berarti tidak semuanya) enggan berbaur dan bersosialisasi dengan pribumi. Mereka terlihat seperti membuat sekat dalam pergaulan di masyarakat dan sekilas tampak bagaikan sekumpulan manusia eksklusif. Coba saja lihat kesenjangan dan kecemburuan sosial di sekitar kita saat itu, belum pernah tampak mereka menjadi gelandangan, pengamen, pengasong, pengemis, dll. Atau mungkin ketika berkunjung ke ITC Roxy, Citra Land, MTA dan Mangga Dua di Jakarta misalnya, serasa kita sedang berada di Pecinan. Padahal jika mau jujur dan fair, sebenarnya banyak juga etnis mereka yang hidupnya kurang beruntung alias ekonomi sulit namun luput dari sorotan masyarakat, apalagi oleh media massa.
Nah, berarti semua itu terjadi karena ada sebab dan akibat. Tak akan ada asap jika tak berapi. Lalu, apa yang harus dirubah untuk meminimalkan RASISME?
* Koreksi diri. Berbaurlah secara akrab dengan masyarakat sekitar serta lingkungan tanpa harus merasa jengah dan risih. Karena bagaimanapun juga anda (etnis apapun itu) merupakan bagian dari rakyat Indonesia. Lahir, mencari nafkah, mencari jodoh, tempat tinggal, berbahasa, bernegara, dan hidup mati semua dilakukan di Indonesia. Kita adalah satu kesatuan yang harusnya saling mengisi dalam membangun negeri layaknya para pejuang bangsa terdahulu.
* Penjarakan para pejabat dan pengusaha bermental maling tanpa membedakan apa etnisnya agar tidak ada rasa iri hati pada masyarakat. (Ingatkah anda pada kasus Eddy Tansil yang lenyap tak berbekas?) Dan rubah pula sistem birokrasi yang berbelit dan membuat sulit hingga rasanya ingin cepirit.
* Tanamkan pada anak-anak kita sejak dini rasa persatuan dan kasih sayang terhadap orang lain tanpa membedakan sukunya, karena selama ini pelajaran yang di dapat di sekolah tak lebih dari sekedar formalitas belaka tanpa hasil nyata.
Gus Dur telah lama wafat, sudah seharusnya bersama kita teruskan perjuangan beliau dalam menegakkan bangsa yang pluralis. Jika masih berjumpa dengan orang yang berkata, “Gue emang anti Cina…”, bisa jadi dia manusia kuper dan harus diperiksa kejiwaannya.
Salam Perbedaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar