Selamat Natal saudaraku, ini saya mau mengulas tentang arti natal yang saya uraikan...
Kelahiran Kristus dipersiapkan dan digenapkan berdasarkan kuasa kedaulatan Allah (MAtius 1:18; Luk. 1:26-27). Berdasarkan kuasa kedaulatan-Nya, Allah menikahkan Yusuf dengan Maria untuk melahirkan Kristus sebagai pewaris sah atas takhta Daud. Pernikahan adalah sebuah misteri. Tidaklah mudah menyatukan dua orang, terutama demi kepentingan kelahiran Kristus. Menyatukan Yusuf dan Maria itu bukanlah masalah yang sederhana, mengingat latar belakang mereka. Menurut silsilah Kristus dalam Injil Matius, Yusuf adalah keturunan Zerubabel, seorang tawanan yang telah dipulangkan. Zerubabel merupakan pemimpin suku Yehuda dan keturunan dari keluarga raja yang membawa para tawanan dari Babel ke Yerusalem (Ezr. 2:2). Akhirnya, ia pun memimpin pembangunan kembali Bait Suci (Ezr. 3:8; 5:2).
Kepulangan para leluhur Yusuf dan Maria beserta para tawanan lainnya ke tanah Israel pastilah berada di bawah kuasa kedaulatan Allah, bukan suatu kebetulan. Jika nenek moyang Yusuf dan Maria tetap di Babel dan mereka dilahirkan di Babel, bagaimana Yesus bisa dilahirkan oleh Maria di Betlehem? Allah bukan hanya memiliki kemuliaan, kehormatan, dan kebesaran; Ia juga memiliki kedaulatan. Kuasa, kekuatan, dan kedudukan-Nya tidak ada batasnya. Kisah Para Rasul 17:26 mengatakan, “... dan Ia telah menentukan ...batas-batas kediaman mereka.” Allah bukan hanya menciptakan umat manusia tetapi juga menentukan batas-batas kediaman umat manusia. Kedaulatan Allah mengatur berbagai situasi sehingga segala sesuatu dapat bekerja bersama demi menggenapkan tujuan-Nya. Kita semua perlu menyadari siapakah diri kita. Kita adalah ciptaan Allah, dan Ia adalah Pencipta kita. Janganlah menentang tujuan-Nya atau membantah Dia, sang Pencipta kita. Ketaatan kita pada kedaulatan Allah akan mendatangkan berkat yang besar!
Berdasarkan kuasa kedaulatan-Nya, Allah menempatkan Yusuf dan Maria di dalam satu kota, yakni Nazaret (Luk. 1:26; 2:4) sehingga memungkinkan mereka bertemu dan menikah. Yusuf adalah keturunan dari garis raja, garis Salomo (Mat. 1:6-7), sedangkan Maria adalah keturunan garis kaum awam, garis Natan (Luk. 3:31). Melalui kuasa kedaulatan-Nya, Allah mendapatkan seorang perempuan muda, yang juga dari keturunan Daud, untuk melahirkan Kristus, yang memenuhi syarat mewarisi takhta Daud.
Lingkungan kita diatur oleh Allah, sampai-sampai rambut kita pun telah diberi nomor oleh-Nya (Mat. 10:30). Jika Allah kita tidak mengizinkan, tak seekor pun burung pipit bisa jatuh ke bumi, apalagi kejadian-kejadian yang menimpa kita. Sepatah kata yang tajam, seraut wajah yang masam, satu perkara yang tidak sesuai dengan keinginan, satu pengharapan yang tak tercapai, kehilangan orang yang dikasihi secara mendadak, tiba-tiba kesehatan jasmani terancam; semua itu adalah kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang diizinkan oleh Bapa. Baik lancar atau tersendat, sehat atau sakit, senang atau susah, semua itu telah melalui izin Allah.
Sebab itu, tiada satu pun peristiwa yang menimpa kita secara mendadak, atau secara kebetulan, sebab segala sesuatu telah diatur oleh Allah. Menurut pandangan kita, peristiwa-peristiwa yang kita alami seolah-olah rumit dan kacau, sehingga kita tak dapat memahami maknanya. Tetapi sabda Allah mengatakan bahwa segala sesuatu bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Gambar apa yang hendak Allah bentuk di atas diri kita, tidak kita ketahui. Tetapi setiap helai benang yang Allah pakai untuk mengatur kita itu bermanfaat bagi kita, dan setiap bentuk gambar sesuai dengan pengaturan-Nya. Setiap lingkungan yang diatur Allah bertujuan menciptakan satu karakter yang kudus bagi kita. Setiap peristiwa yang kita alami pasti mengandung nilai-nilai tertentu. Mungkin hari ini sama sekali tidak kita ketahui, tetapi pada suatu hari kelak kita akan jelas. Jika hati kita mengasihi Allah, tak peduli bagaimana rumit dan kacaunya perkara-perkara yang di luar, segala sesuatu yang berasal dari Allah pasti mendatangkan kebaikan bagi kita.
Menurut Lukas 1:26-28, kelahiran Kristus terjadi melalui ketaatan Maria. Bagi seorang perempuan muda yang belum menikah seperti Maria, alangkah sulitnya menerima amanat untuk mengandung seorang anak. Seandainya saat itu kita berada di posisi Maria, kita pasti menolak untuk mengandung, karena hal itu tidak sesuai dengan nilai-nilai moral, etika, maupun hukum agama yang berlaku. Selain itu, Maria juga pasti akan mempertimbangkan bagaimana penilaian Yusuf, calon suaminya terhadap dirinya, bila Yusuf mengetahui bahwa dirinya telah mengandung. Siapakah di antara kita yang mau menerima amanat sedemikian ini?
Tetapi, setelah mendengar perkataan malaikat, Maria berkata, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38). Perkataan ini kelihatannya sederhana, tetapi harganya sangat tinggi. Untuk melahirkan Kristus, Maria telah membayar harga yang sangat tinggi – harga atas seluruh dirinya. O, kelahiran Kristus tidaklah murahan. Kalau kita mau melahirkan Kristus ke dalam orang lain, kita harus membayar harga. Maria telah membayar harga dengan masuk ke dalam suatu pilihan yang sangat sulit.
Pada prinsipnya, kapan kala kita mau menerima amanat untuk melayani Kristus, kita akan menemukan bahwa diri kita segera terbentur kesulitan. Semua malaikat akan memahami kita, tetapi tidak seorang manusia pun yang mau mengerti. Jangan sekali-kali mengharapkan seseorang akan bersikap seperti malaikat Gabriel kepada kita. Sebaliknya, sebagian besar orang akan salah paham terhadap kita. Bahkan orang yang paling dekat dengan kitalah yang paling salah paham. Menurut pandangan manusia, taat kepada Tuhan, mengasihi Tuhan, berkorban segala bagi Tuhan, sungguh tidak logis. Walau demikian, kehadiran Kristus sebagian besar akan digenapkan melalui ketaatan kita.
Matius 1:18 mencatat bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus, sebelum Maria dan Yusuf hidup sebagai suami istri. Ketaatan Maria telah membuka jalan bagi Roh Kudus demi keterkandungan Yesus. Ketaatan Maria ditambah dengan pekerjaan Roh Kudus telah memberikan kesempatan bagi Allah untuk berinkarnasi. Matius 1:19-20 kemudian mencatat pula, “Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: ‘Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.’” Meskipun telah ada kuasa kedaulatan Allah, ketaatan Maria, dan kekuatan Roh Kudus, namun penggenapan nubuat tentang kelahiran Yesus masih memerlukan ketaatan dan kerja sama Yusuf (Mat. 1:19-21, 24-25). Pada malam itu, ketika Yusuf tengah mempertimbangkan maksudnya untuk menceraikan Maria dengan diam-diam, malaikat datang dan berbicara kepadanya. Yusuf pun menaati perkataan malaikat itu (Mat. 1:24-25).
Pelajaran apakah yang bisa kita pelajari dari peristiwa ini? Pertama, kita harus meneladani Yusuf. Walau saat itu Yusuf masih muda, tetapi ia tidak bersikap kasar terhadap Maria atau terburu-buru memutuskan sesuatu; sebaliknya ia menaruh banyak pertimbangan. Sebagai orang muda, janganlah mengambil suatu keputusan atau bertindak dengan tergesa-gesa. Ketergesaan seringkali memberi kesempatan bagi Iblis untuk menyelinap masuk. Belajarlah membawa pertimbangan dan maksud hati kita dalam doa, sehingga memberi kesempatan bagi Tuhan untuk berbicara. Kedua, dengan menerima Maria, Yusuf pasti menanggung malu. Yusuf rela menderita malu demi Tuhan. Melayani Kristus, melahirkan Kristus, seringkali menuntut kita berkorban, membuat kita menderita malu. Tetapi Tuhan berkata, “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat” (Mat. 5:11).
Kelahiran Kristus merupakan penggenapan besar atas nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama, termasuk nubuat dalam Kejadian 3:15. Kristus adalah keturunan perempuan. Kristus datang bukan hanya untuk menggenapkan hukum Taurat, tetapi terlebih menggenapkan janji tentang keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular – Satan, musuh Allah. Kristus adalah Allah juga manusia. Sebagai manusia, Ia adalah seorang manusia yang sempurna yang tidak mempunyai sifat dosa, juga tidak pernah melakukan dosa. Dia berani berkata kepada penentang-Nya, “Siapa di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?” (Yoh. 8:46). Dia tidak berdosa, sebaliknya kita adalah orang berdosa.
Dalam dunia ini, cukup banyak orang yang berjuang melepaskan orang lain dari penindasan, kemiskinan, dan masalah sosial lainnya. Namun selain Yesus, tidak ada seorang pun yang bisa menjadi Juruselamat orang dosa. Tuhan Yesus datang ke dunia, untuk orang berdosa; untuk menyelamatkan orang berdosa. Dia mengatakan: “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat. 20:28).
Bagaimanakah seharusnya sikap kita terhadap Sang Juruselamat ini? Sikap kita haruslah seperti perempuan yang dikisahkan dalam Markus 5:24-34. Perempuan itu demi iman menjamah ujung jubah Yesus dan penyakitnya sembuh. Sementara orang banyak yang berdesak-desakan tidak menerima apa-apa, perempuan yang sakit pendarahan itu justru mendapatkan kesembuhan. Kisah ini menegaskan kepada kita bahwa untuk menikmati keselamatan Tuhan, kita perlu dengan sungguh-sungguh menjamah Dia, bukan sekedar berdesak-desakan di tengah kerumunan orang.
Allah hendak mewahyukan diri-Nya kepada manusia. Untuk itu, Allah harus melakukannya melalui sarana yang dapat dimengerti oleh manusia, yaitu melalui bahasa yang tertulis dan bahasa lisan. Seluruh Perjanjian Lama merupakan sarana Allah untuk menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui tulisan. Kini, melalui kelahiran Kristus, Allah akan menyatakan diri-Nya kepada manusia secara lisan. Pengenalan yang sempurna terhadap seseorang tidak dapat dicapai hanya melalui tulisan. Komunikasi lisan lebih akrab dan lebih tuntas daripada komunikasi tulisan. Bila bahasa lisan ditambahkan kepada bahasa tulisan, komunikasi menjadi lebih berhasil.
Bagaimanakah cara Allah mewahyukan diri-Nya kepada kita secara lisan? Tidak ada jalan lain, Allah harus datang menjadi manusia, menjadi sama seperti manusia, dan berbicara dalam bahasa manusia (Kol. 1:19). Misalkan kita hendak memberi makan burung-burung liar yang hinggap di pekarangan rumah kita, tentu tidak mudah. Walau kita bermaksud baik, tetapi begitu kita mendekati mereka, mereka segera terbang menjauh. Burung-burung itu tidak bisa mengerti maksud kita. Satu-satunya kemungkinan untuk berkomunikasi dengan mereka adalah dengan menjadi seperti salah satu dari burung-burung itu. Kalau Allah tetap Allah, selamanya kita takkan pernah mengenal Dia. Kalau Ia berkata kepada kita dengan bahasa-Nya, kita tidak akan mengerti. Kalau Allah ingin mewahyukan diri-Nya melalui bahasa lisan dan bersekutu dengan manusia, maka Ia harus “menyusutkan” diri-Nya sedemikian rupa sehingga menjadi sama seperti kita. Lalu, Ia akan mampu berbicara kepada kita, memberi tahu tentang diri-Nya dan tujuan kekal-Nya kepada kita.
Untuk mewahyukan diri-Nya kepada kita, Allah harus menjadi manusia yang terlahir ke dunia ini. Karena Dia adalah Allah, maka Ia harus datang ke dalam dunia dengan cara yang sangat berbeda dari manusia umumnya. Kita terlahir ke dunia melalui ibu bapa kita, dan dikandung oleh ibu kita. Tetapi kelahiran Yesus orang Nazaret itu berbeda. Yesus lahir dari anak dara Maria. Pikiran manusia mungkin sulit menerima fakta ini, tetapi kita tahu bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil. Itulah fakta yang tertulis dalam kitab suci.
Pikiran alamiah manusia sulit untuk dapat menerima fakta bahwa Yesus dikandung dan dilahirkan dari seorang anak dara – Maria (Mat. 1:20). Bahkan perihal kelahiran Yesus sering menjadi perdebatan dari berbagai kalangan. Suatu hari, terjadi suatu perdebatan besar di Inggris antara seorang pemimpin aliran modernis dengan seorang pemimpin terkenal ahli theologia Presbiterian. Salah satu pokok bahasannya adalah tentang kelahiran Yesus dari seorang anak dara. Perdebatan itu berlangsung sampai empat hari. Setelah memaparkan banyak bukti ilmiah, pemimpin kaum modernis berkata, “Yesus bukan dilahirkan dari anak dara, karena hal itu tidak mungkin terjadi.” Lalu bagaimana jawaban theolog itu? Ia menjawab, “Masalah ini bukan perkara mungkin atau tidak mungkin, tetapi apakah kejadian ini ada atau tidak dalam sejarah.”
Berbicara sampai di sini, sang theolog lalu mengeluarkan sebuah surat kabar dari sakunya. Surat kabar itu memuat satu artikel tentang suatu peristiwa yang terjadi beberapa hari sebelumnya. Ada seseorang mengendarai mobil di lereng sebuah gunung yang tinggi, hendak melewati gunung itu. Tetapi malang, mobilnya tergelincir dan terjun ke jurang yang sangat terjal. Mobil itu hancur, tidak ada satu bagian pun yang utuh. Namun, orang yang mengendarainya tergeletak di dasar jurang tanpa luka sedikit pun. Orang itu pun bangun lalu melangkah pergi. Theolog itu membaca keras-keras kutipan itu, lalu berkata kepada para hadirin, “Mobil itu jatuh seribu kaki dalamnya dan hancur berkeping-keping. Anda tidak dapat menemukan sepotong logam utuh yang lebarnya satu kaki persegi. Setelah mengalami kecelakaan yang sehebat itu, mungkinkah orang itu tetap hidup dengan tidak terluka sedikitpun? Tentu tidak mungkin! Tetapi pertanyaan saya adalah, ‘Hidupkah orang itu?’ Ya. Ia hidup!” Itulah fakta. Demikian pula, kelahiran Kristus adalah suatu fakta, fakta besar yang harus kita percayai!
Kebanyakan kita, orang Kristen, sangat memperhatikan perihal inkarnasi Kristus. Setiap tahun, pada hari tertentu, begitu banyak kaum beriman merayakan inkarnasi Tuhan; tetapi, mungkin tidak banyak dari kita yang memahami makna hakiki yang terkandung di dalam inkarnasi tersebut. Allah kita yang menciptakan alam semesta ini adalah Allah yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Dia adalah Allah yang luar biasa besarnya (2 Taw. 6:18; Kis. 7:49). Sebaliknya, kita adalah makhluk ciptaan yang sangat terbatas. Kita dibatasi oleh ruang dan waktu, dibatasi oleh orang-orang di sekeliling kita, juga dibatasi oleh kelemahan-kelemahan lahiriah kita. Lalu apakah yang dimaksud dengan “inkarnasi”? Inkarnasi adalah melalui kelahiran-Nya, Kristus membawa Allah yang tidak terbatas ke dalam manusia yang terbatas. Ini benar-benar menakjubkan.
Melalui inkarnasi, Allah yang tak terbatas rela menjadi manusia yang serba terbatas. Ia rela masuk ke dalam ruang dan waktu untuk menerima pembatasan. Lihatlah, Allah pun rela dibatasi. Bagaimana dengan kita? Berada dalam rahim selama sembilan bulan merupakan suatu pembatasan. Kemudian, Yesus ini dilahirkan dalam sebuah keluarga yang sederhana, di tempat yang sederhana pula; karena penganiayaan Ia harus mengungsi ke Mesir, lalu kembali ke tanah Yudea dan dibesarkan di sebuah kota yang terpencil; bukankah semuanya ini adalah pembatasan? Ya. Melalui inkarnasi-Nya, Kristus telah membawakan Allah yang tidak terbatas ke dalam manusia yang terbatas. Inilah makna hakiki pertama dari inkarnasi Kristus.
Kedua, melalui inkarnasi Kristus, Allah berbaur dengan manusia. Sebelum inkarnasi, Ia terpisah dari manusia. Tetapi melalui inkarnasi, Ia sendiri masuk ke dalam manusia. Pertama-tama, Ia dikandung, tinggal di dalam rahim seorang anak dara selama sembilan bulan, kemudian Ia dilahirkan. Jadi, Yesus yang disebut Kristus (Mat. 1:16) adalah perbauran antara Allah Tritunggal dengan manusia yang memiliki tiga bagian, yakni roh, jiwa, dan tubuh. Yesus Kristus adalah Allah yang lengkap dan manusia yang sempurna. Dia adalah “Anak Allah”, juga “Anak Manusia” (Mat. 14:33; 8:20). Dia adalah manusia-Allah.
Matius 1:21 mencatat perkataan malaikat yang menampakkan diri kepada Yusuf dalam mimpi, “Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” Anak laki-laki yang dilahirkan dengan cara yang ajaib ini tak lain adalah Yehova (TUHAN, LAI). Tetapi Dia bukan hanya Yehova, tetapi Yehova Penyelamat. Yesus adalah istilah Yunani yang sama dengan istilah Ibrani Yosua (Bil. 13:16) yang berarti Yehova Juruselamat, atau keselamatan Yehova. Karena itu, Yesus bukan hanya manusia melainkan Yehova, dan bukan hanya Yehova, melainkan Yehova menjadi keselamatan kita. Dengan demikian, Dia adalah Juruselamat kita. Dia juga Yosua kita yang sejati, yang membawa kita masuk ke dalam perhentian (Ibr. 4:8; Mat. 11:28-29) yang adalah diri-Nya sendiri sebagai tanah permai bagi kita.
Yesus merupakan nama yang ajaib. Kisah Para Rasul 4:12 menegaskan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” Nama Yesus adalah nama yang menyelamatkan. Barangsiapa yang berseru kepada nama ini akan diselamatkan (Kis. 2:21; Rm. 10:13). Dalam nama Yesus Kristus, kita diselamatkan. Mengapa nama-Nya begitu penuh kuasa? Nama-Nya penuh kuasa karena Dia adalah Sang ajaib, meliputi segala-galanya. Yesus Kristus adalah Allah, manusia, Bapa, Putra, Roh itu, batu karang, pondasi, batu penjuru, batu utama, pintu, makanan, minuman, pakaian, hayat, kekuatan, kemampuan, fungsi, perilaku, kehidupan, perkataan, nafas, pandangan, bahkan pendengaran kita. Oh, kita tidak mungkin habis menyebutkan semua aspek Kristus yang kaya bagi kita! Kristus adalah semua dan di dalam semua (Kol. 3:11).
Nama Yesus meliputi nama Yehova (TUHAN, LAI), Penyelamat, dan keselamatan. Dalam bahasa Ibrani, nama Allah (Elohim) berarti “Yang Perkasa, Allah Mahakuasa”; dan nama Yehova berarti “Aku adalah” (Kel. 3:14 Tl.). Kata “adalah” dalam bahasa Ibrani merupakan kata kerja yang tidak saja menunjukkan waktu sekarang, juga waktu lampau, dan waktu yang akan datang. Jadi, arti nama Yehova ialah “Aku adalah”, Sang unik dalam waktu sekarang, dalam waktu lampau, dan dalam waktu yang akan datang serta dalam kekekalan selama-lamanya. Inilah nama Yehova. Karena itu Tuhan Yesus dapat mengatakan tentang diri-Nya, “Sebelum Abraham jadi, Aku adalah” (Yoh. 8:58, Tl.). Ia pun berkata kepada orang Yahudi “Sebab jikalau kamu tidak percaya bahwa Akulah adalah, kamu akan mati dalam dosamu” dan “Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu bahwa Akulah adalah” (Yoh. 8:24, 28, Tl.). Tuhan Yesus adalah segala sesuatu yang kita perlukan. Segala apa yang kita perlukan terdapat dalam nama Yesus.
Unsur kedua dalam nama Yesus ialah Penyelamat. Yesus adalah Yehova Juruselamat, Sang Penyelamat yang menyelamatkan kita dari semua perkara negatif dan dosa-dosa kita, dari neraka, dari hukuman Allah, dan dari penghukuman kekal. Dia menyelamatkan kita dari hukuman Allah dan dari segala perkara yang kita benci. Ia menyelamatkan kita dari temperamen kita, menyelamatkan kita dari kekuasaan jahat setan, dari semua dosa dalam kehidupan kita setiap hari, dan dari setiap kebiasaan buruk kita.
Ketiga, Yesus bukan hanya Penyelamat, tetapi juga keselamatan kita. Asal kita berseru, “Tuhan Yesus, datanglah kepadaku, menjadi keselamatanku”, maka Ia akan datang kepada kita sebagai keselamatan itu. Kita mungkin tidak menyadari betapa kita perlu diselamatkan setiap hari bahkan setiap saat. Kalau Tuhan menerangi kita, barulah kita tahu bahwa kita perlu diselamatkan dari banyak perkara. O, nama Yesus mengatasi segala nama (Flp. 2:9-10). Tidak ada nama yang setinggi dan seunggul nama Yesus. Tidak peduli orang membenci Yesus atau mencintai-Nya, orang itu pasti tahu bahwa nama Yesus itu istimewa. Nama ini sanggup melakukan banyak perkara bagi kita.
Matius 1:23 mengatakan, “‘... dan mereka akan menamakan Dia Imanuel’ – yang berarti: Allah menyertai kita.” Yesus adalah nama yang diberikan oleh Allah (Luk. 1:31; Mat. 1:21, 25). Imanuel, yang berarti Allah menyertai kita, adalah nama pemberian manusia kepada-Nya. Yesus Juruselamat adalah Allah menyertai kita. Dia adalah Allah yang tinggal di antara kita (Yoh. 1:14). Dia bukan hanya Allah, tetapi Allah yang menyertai kita (Yes. 8:8, 10), bukan hanya menyertai kita ketika Ia hidup di bumi, tetapi juga menyertai kita saat ini setelah kenaikan-Nya ke surga. Dia menyertai kita setiap hari sampai kesudahan zaman (Mat. 28:20).
Allah menyertai kita. Kata “kita” di sini tidak mengacu kepada semua orang di dunia ini, melainkan hanya mengacu kepada umat yang diselamatkan. Dengan kata lain, hanya kaum beriman dalam Kristus yang berhak menikmati penyertaan Allah ini. Dalam Matius 18:20 Yesus mengatakan bahwa kapan saja dua atau tiga orang berhimpun dalam nama-Nya, Ia pasti bersama-sama dengan mereka. Inilah Imanuel. Dalam Matius 28:20, ayat terakhir dari Injil ini, Yesus memberi tahu murid-murid-Nya, “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Menurut konsepsi Injil Matius, Yesus datang dan tidak pernah pergi lagi. Ia telah dimakamkan di dalam kubur selama tiga hari, tetapi Dia datang di dalam kebangkitan dan tidak pernah pergi lagi. Ia senantiasa menyertai kita sebagai Imanuel.
Hari ini tidak banyak orang Kristen yang berjalan, hidup, berbicara, dan melakukan sesuatu bersama Sang Imanuel. Sewaktu kita berbelanja, di sekolah, bekerja, atau berbicara dengan seseorang, adakah kita merasakan penyertaan Sang Imanuel? Bisakah kita berbicara, bergurau, bergosip, atau berbuat sesuatu dengan sembarangan, jika kita menyadari bahwa Dia beserta kita? Kita perlu memustikakan penyertaan-Nya dengan selalu melatih roh kita untuk bersentuhan dan menjamah Dia di dalam segala keadaan kita.
Imanuel adalah nama sebutan yang diberikan oleh mereka yang telah banyak mengalami Yesus. Setiap kali kita mengalami Yesus, kita akan mampu mengatakan bahwa Dia adalah Allah yang beserta dengan kita. Yesus tidak lain adalah Allah yang beserta dengan kita. Allah memberi tahu kita bahwa nama-Nya ialah Yesus. Tetapi ketika kita menerima Dia dan mengalami Dia, kita mengatakan bahwa Yesus adalah Imanuel – Allah yang beserta dengan kita. Ini sangat ajaib!
Yesus, Sang Juruselamat adalah Allah yang menyertai kita. Tanpa Dia, kita tidak mungkin menjumpai Allah; sebab Allah adalah Dia, dan Dia adalah Allah. Tanpa Dia, kita tidak akan menemukan Allah, sebab Dia adalah Allah sendiri yang berinkarnasi untuk tinggal di tengah-tengah kita (Yoh. 1:14). Penyertaan Yesus sebagai Sang Imanuel di dalam kita sangat berkaitan dengan pemerintahan-Nya. Kita tentu tidak lupa bahwa Yesus dilahirkan dalam daging adalah untuk menjadi Raja. Begitu kita menyeru nama-Nya, Sang Raja ini akan melaksanakan pemerintahan-Nya atas kita, menerangi setiap sisi gelap dari perbuatan kita yang tidak benar, mengatur tindak-tanduk kita, bahkan tutur kata kita. Inilah pengalaman akan penyertaan-Nya yang riil atas kita.
Setiap kali kita berhimpun bersama dalam nama Yesus, Ia beserta dengan kita (Mat. 18:20). Yesus beserta dengan kita setiap hari, bahkan sampai pada akhir zaman (Mat. 28:20). Banyak orang Kristen mengira bahwa Yesus hadir setiap hari, kecuali hari ini. Tetapi Yesus beserta dengan kita hari ini juga! Yesus tidak hanya di antara kita, Ia pun di dalam roh kita. Dua Timotius 4:22 mengatakan, “Tuhan menyertai rohmu.” Ketika kita menyeru nama Yesus, kita menerima Roh itu, yaitu persona, realitas, dan realisasi Yesus.
Menurut Yesaya 8:7-8, musuh mencoba merampas negeri Imanuel – roh kita. Iblis, musuh itu, dengan seluruh pasukannya akan mengerahkan segala kemampuannya untuk merampas negeri Imanuel ini, yaitu merampas roh kita dan apa adanya kita. Tetapi Yesaya 8:10 memberi tahu kita bahwa Allah beserta dengan kita, musuh tidak akan mampu merampas negeri Imanuel. Kita tetap berada di sini karena Allah beserta dengan kita.
Catatan Matius menunjukkan bahwa Yesus yang baru dilahirkan itu ialah Raja dari umat Allah (Mat. 2:1-23). Dia adalah keturunan raja Daud. Matius pasal satu memberi tahu kita bahwa Perjanjian Lama memuat nubuat tentang Kristus yang kedatangan-Nya dinanti-nantikan oleh semua umat Allah, sedangkan Matius pasal dua menunjukkan jalan untuk menemukan Kristus. Kedatangan-Nya telah dinubuatkan, dan Ia telah datang. Namun masalahnya kini ialah bagaimana menemukan Dia.
Matius 2:1-2 mengatakan, “...datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem dan bertanya-tanya: ‘Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.’” Allah memberi orang-orang majus itu sebuah bintang yang bersinar untuk memimpin mereka kepada Yesus untuk kemudian menyembah Dia (Mat. 2:2). Bintang di langit yang dilihat oleh orang-orang majus itu melambangkan visi surgawi. Untuk mengenal kelahiran Yesus sebagai Raja, dan untuk datang menyembah Dia, diperlukan suatu visi surgawi, visi yang hidup. Cahaya bintang terang inilah yang menggerakkan orang-orang majus datang dari Timur untuk mencari dan menyembah Raja orang Yahudi. Hal ini menunjukkan bahwa visi surgawi berkaitan dengan orang-orang yang dengan tulus hati mencari Dia (Mat. 5:8) dan perkenan Bapa yang di surga (Mat. 16:17).
Setiap orang yang mencari Kristus harus memiliki hati yang tulus. Tulus di sini bukan hanya mengacu kepada sungguh-sungguh dan tidak palsu juga mengacu kepada lurus, tidak bengkok. Hati yang tulus adalah hati yang sejati, tidak bercabang. Hati yang tulus hanya menginginkan satu hal, yaitu Allah sendiri. Di hadapan Allah, hati yang tulus merupakan hal yang paling penting, hal yang menentukan apakah kita dapat menemukan Kristus atau tidak.
Pada waktu kelahiran Yesus, terdapat suatu agama yang disebut agama Yahudi, suatu agama yang fundamental, agama alkitabiah yang dibentuk, diatur, dan disusun sesuai dengan 39 kitab Perjanjian Lama. Melalui catatan Matius pasal dua, kita nampak bahwa agama Yahudi sangat memegang teguh kitab suci. Namun hampir tidak ada seorang pun dalam agama itu yang mengetahui bahwa Kristus telah datang. Kita tidak menjumpai catatan dalam Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa beberapa di antara umat agama itu pergi untuk menemui Kristus. Sebaliknya, tercatat bahwa beberapa orang majus (ahli perbintangan) datang mencari Dia (Mat. 2:1-12).
Orang-orang majus ini mempunyai visi hidup - bintang surgawi, sedangkan kaum agamawan Yahudi memiliki Alkitab. Manakah yang lebih kita sukai, Alkitab atau bintang? Paling baik jika memiliki kedua-duanya. Kita seharusnya mempunyai Alkitab di tangan kita, sambil nampak bintang di langit – visi surgawi. Paling baik kalau kita menjadi kedua-duanya, menjadi orang majus dan orang Yahudi. Terhadap Alkitab, kita seharusnya seperti seorang Yahudi; terhadap visi surgawi, kita seharusnya seperti seorang majus.
Setelah orang-orang majus nampak akan bintang itu (visi surgawi), ternyata mereka mendapat kesulitan. Kesulitan ini datang dari konsepsi alamiah mereka. Mereka segera memutuskan untuk pergi ke Yerusalem, ibu kota bangsa Yahudi, ke tempat di mana Raja orang Yahudi itu dilahirkan (Mat. 2:2-3). Keputusan mereka pergi ke Yerusalem bukan datang dari terang bintang itu, tetapi dari konsepsi alamiah mereka.
Yerusalem adalah tempat yang keliru. Yerusalem, sebagai ibu kota dan kota tempat Bait Suci berdiri, bukanlah tempat terlahirnya Yesus. Kekeliruan orang-orang majus kemudian menyebabkan suatu masalah yang serius dan hampir-hampir mengakibatkan terbunuhnya bayi Yesus. Jikalau bukan karena kedaulatan Allah, Yesus kecil itu pasti akan terbunuh akibat kekeliruan mereka. Kesalahan mereka telah merenggut banyak jiwa anak kecil (Mat. 2:16-18). Waspadalah, kita mungkin memiliki pengetahuan Alkitab dan visi surgawi, tetapi jangan mencampuradukkannya dengan konsepsi alamiah kita sendiri.
Injil Matius 2:4-5 mencatat, “Maka dikumpulkannya semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, lalu dimintanya keterangan dari mereka, di mana Mesias akan dilahirkan. Mereka berkata kepadanya: ‘Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi.” Seringkali kita mempunyai visi (penglihatan surgawi), tetapi ketika kita mempertimbangkan masalah itu dalam benak kita, kita dialihkan dan diselewengkan oleh konsepsi alamiah kita. Konsepsi insani kita mengalihkan kita dari jejak yang benar. Kapan kala kita dialihkan sedemikian, kita perlu Alkitab. Begitu kita menyadari bahwa kita telah salah, maka kita perlu “buku” yang benar (2 Tim. 3:16).
Setelah orang-orang majus pergi ke Yerusalem, tempat yang keliru, mereka kemudian dikoreksi oleh Alkitab. Dari Alkitab mereka mengetahui bahwa tempat yang benar ialah Betlehem, bukan Yerusalem (Mat. 2:4-6). Jika mereka tidak diselewengkan oleh konsepsi alamiah mereka, pasti bintang itu akan memimpin mereka langsung ke tempat Yesus berada, yaitu di Betlehem. Tetapi mereka terlanjur teralihkan dan terselewengkan, karena itu mereka perlu dikoreksi oleh pengetahuan Alkitab. Setelah dikoreksi oleh Alkitab, mereka lalu meninggalkan Yerusalem dan dipulihkan ke jejak yang benar. Bintang itu pun muncul lagi (Mat. 2:9). Visi yang hidup selalu mengikuti Alkitab; tidak mungkin bertentangan dengan Alkitab! Kita mementingkan pimpinan Roh Kudus, kita pun mementingkan teladan-teladan Alkitab. Memang, pimpinan Roh Kudus itu sangat mustika. Tetapi, jika seseorang menganggap asal ada pimpinan Roh Kudus sudah cukup, tidak perlu ada teladan Alkitab, itu akan menimbulkan masalah. Kalau suatu pimpinan tidak sesuai dengan Alkitab, pimpinan itu tidak dapat disebut pimpinan Roh Kudus.
Setelah orang-orang Majus nampak kembali bintang itu, bintang itu memimpin mereka ke tempat Kristus berada (Mat. 2:9-10). Bintang itu memimpin mereka tidak saja ke Kota Betlehem, bahkan ke tempat yang tepat di mana Yesus berada. Sampai di sini, ada suatu hal yang mengherankan: tidak ada seorang pun agamawan di Yerusalem yang pergi dengan orang-orang majus itu ke Betlehem. Ini sangat ganjil. Andaikata kita ini adalah seorang imam di antara imam-imam itu, tidakkah kita akan pergi bersama-sama dengan orang-orang majus itu untuk melihat apakah Yesus benar-benar dilahirkan di Betlehem? Tetapi tidak ada satu pun di antara mereka yang pergi. Mereka sendiri jelas, dan mereka dapat memberi tahu orang lain bahwa Mesias akan dilahirkan di Betlehem, namun tidak ada satu pun dari mereka yang pergi. Mereka sama sekali tidak peduli akan Kristus yang hidup!
Dari ayat-ayat ini kita bisa melihat bahwa mengenal nubuat Alkitab itu satu perkara sedangkan melihat wahyu adalah perkara yang lain. Demikian pula, pengajaran adalah satu perkara sedangkan wahyu adalah perkara yang lain. Seseorang mungkin memiliki perkataan-perkataan nabi (Alkitab), tetapi masih membutuhkan bintang yang bersinar. Seseorang mungkin memiliki pengetahuan Alkitab, namun masih membutuhkan wahyu ilahi. Apabila kita tidak merasa lapar, maka Allah pun tidak memberikan.Kemungkinan orang-orang Majus dari timur adalah orang-orang yang menanti dan mencari Allah. Apabila seseorang hanya memiliki pengetahuan yang mati, dia seperti orang Farisi. Meskipun ia sangat paham dengan perkataan-perkataan Alkitab, dia belum pernah melihat terang surgawi. Perhatikanlah, bintang yang tampak di langit itu menuntun langkah orang Majus bahkan sampai ke lokasi di mana Kristus berada. Pada satu aspek mereka membutuhkan nubuat nabi Mikha (Mi. 5:2), sedangkan di aspek lainnya mereka membutuhkan bintang yang tampak di langit. Melalui perkara tersebut kita bisa melihat bahwa untuk menerima wahyu, sedikitnya kita harus memenuhi dua syarat. Pertama, kita perlu menunggu, menantikan Tuhan melalui bertekun di dalam firman-Nya. Kedua, kita perlu memiliki hati yang merindukan Tuhan, mengasihi Tuhan, dan bersekutu dengan-Nya.
Orang-orang majus tidak hanya menemukan Kristus, mereka pun menyembah Dia (Mat. 2:11). Di sini kita perlu memperhatikan dua hal. Pertama, dalam penulisan ayat ini, kata “Anak itu” mendahului kata “Maria, ibu-Nya”. Artinya, “Anak itu” harus mendapatkan tempat yang pertama dan terutama. Kedua, orang-orang majus itu menyembah “Anak itu”, bukan menyembah ibu-Nya atau Yusuf. Ini menunjukkan bahwa hanya Yesus yang layak disembah, karena Dialah Allah. Yesaya 9:5 mengatakan, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, ... dan namanya disebutkan orang ... Allah yang perkasa...” Anak kecil ini adalah Allah yang perkasa. Orang-orang majus tidak hanya sujud menyembah Dia, namun mereka juga memberi persembahan kepada-Nya: emas, kemenyan, dan mur (Mat. 2:11).
Orang-orang majus menemukan Yesus, anak raja, di Betlehem. Ia dilahirkan di sebuah kota yang begitu kecil dalam lingkungan yang begitu rendah. Namun, oleh karena visi yang datang dari bintang itu, orang-orang majus itu memberi hormat sepenuhnya kepada anak raja itu, tanpa mempedulikan tempat. Sebab itu, mereka mempersembahkan kepada Dia tiga benda yang mustika. Penyembahan yang sejati tidak tergantung pada suatu tempat tertentu. Dalam Perjanjian Baru, penyembah-penyembah benar akan menyembah dalam roh dan kebenaran, bukan di suatu gunung atau di Yerusalem (Yoh. 4:21-24). Dalam bahasa Ibrani, akar kata dari “menyembah” adalah proskuneo yang berarti “mencium”, seperti seekor anjing mencium tangan majikannya (Thayer). Haleluya! Hari ini, Kristus ada dalam roh kita, di sanalah kita dapat dengan mesra mencium Dia! Karena itu, penyembahan yang sejati selalu membawa kita lebih mesra dan intim dengan Tuhan, serta selalu mendorong kita untuk mempersembahkan sesuatu kepada-Nya.
Orang-orang majus tidak hanya menemukan Kristus, mereka pun menyembah Dia, dan memberikan persembahan berupa emas, kemenyan, dan mur (Mat. 2:11). Ketika orang-orang Majus mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur, mereka sendiri mungkin tidak tahu makna dari persembahan mereka. Satu hal yang kita yakini adalah persembahan mereka pastilah di bawah inspirasi Roh Kudus.
Dalam perlambangan, emas melambangkan sifat Allah. Bayi Yesus ini memiliki sifat Allah. Ia kudus. Kemenyan melambangkan keharuman kebangkitan. Sebelum Ia wafat, Yesus memberi tahu Maria dan Marta bahwa Ia adalah kebangkitan dan hayat (Yoh. 11:25). Jadi, sebelum Ia wafat pun, Ia adalah kebangkitan. Hayat Kristus ketika di bumi ini ialah hayat kebangkitan. Dalam seluruh kehidupan insani-Nya, terkandung keharuman dan kemanisan kebangkitan. Maut tidak dapat membelenggu atau menjamah Dia. Ia bukan hanya hayat, Ia pun kebangkitan. Mur melambangkan kematian dan keharuman kematian Yesus. Di antara umat manusia, maut tidaklah harum. Namun pada Yesus, terdapat keharuman kematian.
Setiap benda itu - emas, kemenyan, dan mur - menunjukkan unsur mustika yang terkandung dalam sifat dan hayat Tuhan Yesus. Hampir setiap butir dalam keempat kitab Injil memperlihatkan kemustikaan insani Tuhan, keharuman hayat kebangkitan-Nya, dan keharuman kurban kematian-Nya. Segera setelah kelahiran Kristus, tanpa berlambat-lambatan, orang-orang majus telah melakukan perkara yang begitu elok, yang sesuai benar dengan sifat dan hayat Tuhan. Dalam seumur hidup Yesus, selalu disertai “emas, kemenyan, dan mur”. Ia selalu memperhidupkan hayat kebangkitan, dan Ia senantiasa berada di bawah bayang-bayang salib. Ia tidak menunggu sampai tiga puluh tiga setengah tahun lewat kemudian pergi ke atas salib untuk disalibkan. Seumur hidup-Nya secara berkesinambungan Ia telah menempuh hidup yang tersalib. Jadi, Ia tidak hanya mempunyai keharuman kebangkitan, tetapi juga manisnya salib mur. Penyembahan dan persembahan kita kepada-Nya seharusnya juga mengandung ketiga unsur ini – emas, kemenyan, dan mur.
Ayat-ayat Alkitab adalah seperti lentera. Lentera dibuat adalah untuk menerangi tempat-tempat yang gelap dan waktu di mana kegelapan tiba. Pernahkah mendengar sebuah kisah tentang gadis kecil di atas kereta? Gadis itu tidak mengerti mengapa sang masinis menyalakan lampu sorot padahal hari masih terang. Dia berkata kepada ibunya, “Ibu, sekarang masih tengah hari dan matahari bersinar terang, mengapa ia menyalakan lampu-lampu itu?” Ibunya tersenyum dan berkata, “Tunggulah sejenak dan engkau akan tahu mengapa.” Tidak lama kemudian, tiba-tiba kereta itu meluncur ke dalam sebuah terowongan bawah tanah yang panjang dan gelap. Gadis kecil itupun mengerti. Alkitab di tangan kita mengandung ribuan ayat yang kelihatannya sangat biasa dan kurang perlu. Kita tidak dapat mengerti mengapa Allah perlu susah payah menyalakan lampu-lampu kebenaran itu. Tetapi suatu hari, ketika kita melewati terowongan kesulitan, atau terowongan pencobaan, atau terowongan penderitaan, pada saat itu barulah kita mengerti dan mengapresiasi ayat-ayat yang dulunya kelihatan sangat biasa itu.
Kristus adalah bintang (Bil. 24:17). Ia datang sebagai bintang (Why. 22:16). Ia bersinar. Bagaimana kita bisa memiliki Kristus sebagai bintang? Menurut 2 Petrus 1:19, bintang itu berkaitan dengan firman yang hidup. Jika kita memperhatikan firman yang hidup ini, langit di dalam kita akan terang dan bintang fajar akan terbit dalam hati kita. Setelah orang-orang majus itu menemukan Kristus, menyembah Dia, dan mempersembahkan benda-benda berharga kepada-Nya, mereka diperingatkan Allah supaya pulang melalui jalan lain (Mat. 2:12). Setiap kali kita mencari Kristus dan menemukan Dia, kita selalu diberi tahu supaya tidak kembali ke jalan semula, jalan yang lama. Mencari Kristus dan menemukan Dia selalu mengalihkan kita ke jalan lain.
Dalam 2 Petrus 1:19 bintang timur pada hakikatnya adalah bintang fajar. Dalam bahasa Yunani kata itu ialah “phosphoros”, benda yang mengandung terang. Sebatang fosfor dapat bersinar dalam kegelapan. Kristus ialah fosfor sejati yang bersinar dalam kegelapan hari ini. Kita perlu memperhatikan firman yang hidup sampai Kristus bersinar di dalam kita. Namun, Kristus tidak dapat menyinari kita jika kita tidak memperhatikan firman yang hidup. Kita harus memperhatikannya hingga sesuatu mulai bersinar di dalam kita. Penyinaran itu akan menjadi fosfor di dalam hati kita, sehingga kita akan mempunyai bintang fajar, seperti orang-orang majus itu. Ada sesuatu yang dari surga akan menyinari kita. Kristus ialah bintang. Alkitab mengatakan bahwa pengikut Kristus juga adalah bintang-bintang. Wahyu 1:20 memberi tahu kita bahwa para pemimpin dalam hidup gereja yang tepat adalah bintang-bintang, sebab mereka bersinar. Kitab Daniel 12:3 mengatakan bahwa orang yang benar akan bersinar seperti bintang. Mereka yang memalingkan orang lain kepada kebenaran, yang memalingkan mereka dari jalan yang keliru ke jalan yang benar, akan bercahaya seperti bintang. Jadi Kristus dan kaum beriman yang menang adalah bintang-bintang yang bersinar.
Hari ini hanya ada dua jalan untuk menikmati sinar terang bintang itu. Menurut jalan yang pertama, kita harus datang kepada firman yang hidup hingga sesuatu terbit di dalam kita dan menyinarkan Kristus. Cara yang kedua ialah datang kepada kaum beriman yang bersinar, yakni pengikut-pengikut Kristus yang setia. Kedua jalan untuk memiliki bintang itu berkaitan dengan Roh itu dan gereja. Segera setelah Wahyu 22:16 yang mengatakan bahwa Tuhan Yesus adalah bintang timur, ayat selanjutnya mengatakan, “Roh dan pengantin perempuan itu berkata .....” Ini membuktikan bahwa sebagai bintang timur, Tuhan Yesus itu berkaitan dengan Roh itu dan gereja. Jika kita ingin memiliki Bintang Hidup atau bintang-bintang hidup, kita perlu Roh itu dan Gereja. Berdasarkan Roh itu dan melalui gereja, akan mudah bagi kita untuk mempunyai visi surgawi, sehingga kita dapat menemukan Kristus, mempersembahkan apresiasi kita kepada-Nya, serta menempuh jalan yang baru dan hidup.
Kristus ditemukan oleh orang-orang majus di Betlehem. Penemuan Kristus ini ternyata menimbulkan masalah besar. Matius 2:13 mengatakan, “Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: ‘Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia.’” Herodes yang iri kepada Raja Yahudi yang baru dilahirkan itu, ternyata bukan mencari tahu tentang Anak itu untuk datang menyembah, melainkan untuk membunuh Dia (Mat. 2:7-8, 13). Walaupun tidak seorangpun yang mengetahui maksud jahat Herodes, tetapi Allah mengetahuinya. Dalam mimpi, Allah memberitahu Yusuf untuk lari ke Mesir dan tinggal di sana.
Allah menggunakan masalah besar ini guna membawa keluar bayi Yesus itu dari Betlehem ke Mesir (Mat. 2:13-18). Kitab Hosea 11:1 menubuatkan bahwa Yesus akan dipanggil keluar dari Mesir. Bila tidak terjadi masalah besar setelah Yesus ditemukan di Betlehem, tentu Ia tidak perlu lari ke Mesir. Hal ini sangat bermakna. Orang-orang majus membuat kesalahan yang besar, tetapi kesalahan mereka justru memberi Allah kesempatan untuk menggenapkan nubuat-Nya. Namun janganlah kita sengaja membuat kesalahan. Itu adalah kebodohan. Berusahalah melakukan sesuatu dengan benar. Walaupun demikian, tidak peduli betapa pun kita berusaha berlaku benar, suatu waktu kita pasti akan melakukan suatu kesalahan yang besar. Pada saat demikian, kita harus jujur di hadapan-Nya. Allah hanya dapat memberkati satu jenis orang, yaitu orang yang jujur di hadapan-Nya. Kita harus berkata, “Ya Allah, aku telah gagal. Ampunilah aku.” Bila kita berdoa demikian, Tuhan akan segera memberkati kita. Di saat kita lemah dan gagal total, justru kekuatan-Nya dapat dinyatakan di atas diri kita.
Matius 2:14-15 mencatat, “Maka Yusufpun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana hingga Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: ‘Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku.’” Setelah mendengar perkataan Allah dalam mimpi, Yusuf pun bangunlah dan membawa Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga untuk menyingkir ke Mesir. Emas, kemenyan, dan mur, harta benda yang mustika, yang dipersembahkan oleh orang-orang majus itu ternyata telah dipersiapkan oleh Allah bagi perjalanan Yusuf, Maria, dan bayi Yesus dari Yudea ke Mesir. Yusuf dan Maria mengalami penyediaan Allah yang luar biasa! Karena kedaulatan Allah, Anak kecil itu pun terlindung. Bayi Yesus terhindar dari mati sahid yang disebabkan oleh kekeliruan orang-orang majus.
Kemudian Matius 2:16 mengatakan, “Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu.” Ini adalah peristiwa kemartiran pertama dalam Perjanjian Baru yang berhubungan dengan Kristus. Sejak kecil, Yesus sudah mengalami penentangan yang sangat hebat. Herodes merupakan sarana yang dipakai oleh Iblis untuk membinasakan bayi Yesus. Iblis tentu mengetahui bahwa Anak ini bukan seperti anak-anak lainnya. Membiarkan Anak ini hidup dan bertumbuh besar tentu akan menimbulkan masalah besar baginya. Karena itu, Iblis bersatu dengan Herodes untuk membinasakan Anak itu. Tetapi Allah berdaulat atas segala sesuatu, bahkan atas Iblis sekalipun. Ia melindungi kaum yang dikasihi-Nya dari musuh.
Bahkan sampai hari ini, Kristus dan para pengikut-Nya terus-menerus mengalami berbagai penentangan dan penganiayaan. Hampir tidak ada orang Kristen yang dapat hidup dengan tenang tanpa gangguan di belahan bumi manapun. Dalam dua ribu tahun terakhir, tidak terhitung banyaknya pengikut Kristus yang telah mati martir demi firman Allah dan kesaksian Yesus. Tetapi waktunya akan tiba, Allah akan menuntut balas bagi kita dengan melaksanakan penghakiman-Nya yang adil atas bumi yang berada di bawah pengaruh jahat Iblis (Why. 6:9-10).
Matius 2:19-21 mencatat, “Setelah Herodes mati, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi di Mesir, katanya: ‘Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya dan berangkatlah ke tanah Israel, karena mereka yang hendak membunuh Anak itu, sudah mati. Lalu Yusufpun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya dan pergi ke tanah Israel.’” Untuk mengikuti Kristus, kita tidak hanya perlu memperhatikan catatan Alkitab mengenai Dia, melainkan juga perlu memperhatikan pimpinan yang seketika, seperti yang dialami Yusuf dalam mimpinya. Hanya memperhatikan Alkitab tetapi mengabaikan pimpinan yang seketika, bisa membuat kita kehilangan Kristus, seperti yang dialami oleh imam-imam dan ahli-ahli Taurat orang-orang Yahudi. Untuk mengamati pimpinan yang seketika, diperlukan hati yang tulus mencari Dia.
Kemudian Matius 2:22-23 mengatakan, “Tetapi setelah didengarnya, bahwa Arkhelaus menjadi raja di Yudea menggantikan Herodes, ayahnya, ia takut ke sana. Karena dinasihati dalam mimpi, pergilah Yusuf ke daerah Galilea. Setibanya di sana iapun tinggal di sebuah kota yang bernama Nazaret. Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi-nabi, bahwa Ia akan disebut: Orang Nazaret.” Di bawah pengaturan kedaulatan Allah, Yesus terlahir di Betlehem, tinggal di sana sejangka waktu, kemudian karena penganiayaan Herodes Dia dibawa lari ke Mesir. Setelah itu, Dia dibawa kembali ke tanah Israel (Mat. 2:19-21). Karena Arkelaus menggantikan Herodes, Kristus dibawa ke Nazaret, kota yang terhina di Galilea dan dibesarkan di sana. Itulah sebabnya Dia disebut orang Nazaret.
Yesus orang Nazaret adalah teladan kita. Sebagai pengikut-pengikut-Nya, kita tidak seharusnya mengharapkan hormat dan sanjungan manusia. Kita perlu belajar menempuh jalan salib di bumi, yaitu pergi kepada Yesus di luar perkemahan agama yang usang untuk menanggung kehinaan-Nya (Ibr. 13:13).
Matius 2:23 mengatakan, “Ia akan disebut orang Nazaret.” Dalam penampilan lahiriah-Nya, Yesus adalah orang Nazaret. Inilah yang dikatakan oleh nabi-nabi. Ketika Yesus dilahirkan di antara umat manusia, Ia muncul dalam cara yang agak tersembunyi, tidak dalam cara yang terbuka. Setiap orang menyebut Dia Yesus dari Nazaret, sebab Ia seorang Nazaret. Ketika Filipus berjumpa dengan Yesus, ia menyadari bahwa Yesus adalah Mesias. Kemudian Filipus pergi kepada Natanael dan memberitahu dia bahwa ia telah berjumpa dengan Mesias, anak Yusuf, seorang Nazaret. Natanael segera berkata, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh. 1:45-46).
Hari ini prinsipnya sama. Bentuk Tabernakel dalam perjanjian lama adalah ditutup dengan kulit lumba-lumba, yang kasar dan keras, yang bagian luarnya kelihatan sama sekali tidak menarik; namun bagian dalamnya adalah sutera halus, emas dan batu-batu permata. Prinsip rohani gereja juga sama. Janganlah memandang gereja dari aspek lahiriahnya. Kita perlu masuk ke dalam gereja. Kita tidak boleh memamerkan diri kita, sebaliknya kita pun jangan menilai orang lain dari keadaan lahiriahnya. Kita harus menilai mereka dari roh batiniah mereka. Dua Korintus 5:16 mengatakan bahwa kita tidak boleh mengenal Kristus atau siapa pun dari penampilan lahiriah mereka. Sebaliknya, kita harus memperhatikan realitas batiniah Kristus. Hari ini kita harus memegang prinsip ini. Untuk dapat menemukan Kristus, kita harus mempunyai bintang yang bercahaya. Kita tidak boleh pergi menurut penampilan lahiriah, melainkan menurut batiniah. Kalau kita mengenal gereja atau kaum saleh, janganlah dibingungkan oleh penampilan lahiriah. Janganlah menilai sesuatu dari sudut lahiriah, seperti gedung ibadah yang besar-besar, bangunan megah yang menjulang tinggi dan besar, atau alat-alat musik yang menarik.
Pada penampilan lahiriah-Nya, Yesus tidak menarik. Ia seorang Nazaret yang kecil, seorang yang dibesarkan di propinsi yang disebut “Galilea wilayah bangsa-bangsa lain”, dan yang dibesarkan di sebuah kota yang dipandang rendah orang. Sayang, banyak pengalaman rohani mustika orang kristen dewasa ini yang sering dipamerkan, kesaksian dilebih-lebihkan, dalam pelayanan senang dipuji dan mencari kemuliaan diri sendiri.
Kelahiran Kristus dipersiapkan dan digenapkan berdasarkan kuasa kedaulatan Allah (MAtius 1:18; Luk. 1:26-27). Berdasarkan kuasa kedaulatan-Nya, Allah menikahkan Yusuf dengan Maria untuk melahirkan Kristus sebagai pewaris sah atas takhta Daud. Pernikahan adalah sebuah misteri. Tidaklah mudah menyatukan dua orang, terutama demi kepentingan kelahiran Kristus. Menyatukan Yusuf dan Maria itu bukanlah masalah yang sederhana, mengingat latar belakang mereka. Menurut silsilah Kristus dalam Injil Matius, Yusuf adalah keturunan Zerubabel, seorang tawanan yang telah dipulangkan. Zerubabel merupakan pemimpin suku Yehuda dan keturunan dari keluarga raja yang membawa para tawanan dari Babel ke Yerusalem (Ezr. 2:2). Akhirnya, ia pun memimpin pembangunan kembali Bait Suci (Ezr. 3:8; 5:2).
Kepulangan para leluhur Yusuf dan Maria beserta para tawanan lainnya ke tanah Israel pastilah berada di bawah kuasa kedaulatan Allah, bukan suatu kebetulan. Jika nenek moyang Yusuf dan Maria tetap di Babel dan mereka dilahirkan di Babel, bagaimana Yesus bisa dilahirkan oleh Maria di Betlehem? Allah bukan hanya memiliki kemuliaan, kehormatan, dan kebesaran; Ia juga memiliki kedaulatan. Kuasa, kekuatan, dan kedudukan-Nya tidak ada batasnya. Kisah Para Rasul 17:26 mengatakan, “... dan Ia telah menentukan ...batas-batas kediaman mereka.” Allah bukan hanya menciptakan umat manusia tetapi juga menentukan batas-batas kediaman umat manusia. Kedaulatan Allah mengatur berbagai situasi sehingga segala sesuatu dapat bekerja bersama demi menggenapkan tujuan-Nya. Kita semua perlu menyadari siapakah diri kita. Kita adalah ciptaan Allah, dan Ia adalah Pencipta kita. Janganlah menentang tujuan-Nya atau membantah Dia, sang Pencipta kita. Ketaatan kita pada kedaulatan Allah akan mendatangkan berkat yang besar!
Berdasarkan kuasa kedaulatan-Nya, Allah menempatkan Yusuf dan Maria di dalam satu kota, yakni Nazaret (Luk. 1:26; 2:4) sehingga memungkinkan mereka bertemu dan menikah. Yusuf adalah keturunan dari garis raja, garis Salomo (Mat. 1:6-7), sedangkan Maria adalah keturunan garis kaum awam, garis Natan (Luk. 3:31). Melalui kuasa kedaulatan-Nya, Allah mendapatkan seorang perempuan muda, yang juga dari keturunan Daud, untuk melahirkan Kristus, yang memenuhi syarat mewarisi takhta Daud.
Lingkungan kita diatur oleh Allah, sampai-sampai rambut kita pun telah diberi nomor oleh-Nya (Mat. 10:30). Jika Allah kita tidak mengizinkan, tak seekor pun burung pipit bisa jatuh ke bumi, apalagi kejadian-kejadian yang menimpa kita. Sepatah kata yang tajam, seraut wajah yang masam, satu perkara yang tidak sesuai dengan keinginan, satu pengharapan yang tak tercapai, kehilangan orang yang dikasihi secara mendadak, tiba-tiba kesehatan jasmani terancam; semua itu adalah kejadian-kejadian atau peristiwa-peristiwa yang diizinkan oleh Bapa. Baik lancar atau tersendat, sehat atau sakit, senang atau susah, semua itu telah melalui izin Allah.
Sebab itu, tiada satu pun peristiwa yang menimpa kita secara mendadak, atau secara kebetulan, sebab segala sesuatu telah diatur oleh Allah. Menurut pandangan kita, peristiwa-peristiwa yang kita alami seolah-olah rumit dan kacau, sehingga kita tak dapat memahami maknanya. Tetapi sabda Allah mengatakan bahwa segala sesuatu bekerja untuk mendatangkan kebaikan bagi kita. Gambar apa yang hendak Allah bentuk di atas diri kita, tidak kita ketahui. Tetapi setiap helai benang yang Allah pakai untuk mengatur kita itu bermanfaat bagi kita, dan setiap bentuk gambar sesuai dengan pengaturan-Nya. Setiap lingkungan yang diatur Allah bertujuan menciptakan satu karakter yang kudus bagi kita. Setiap peristiwa yang kita alami pasti mengandung nilai-nilai tertentu. Mungkin hari ini sama sekali tidak kita ketahui, tetapi pada suatu hari kelak kita akan jelas. Jika hati kita mengasihi Allah, tak peduli bagaimana rumit dan kacaunya perkara-perkara yang di luar, segala sesuatu yang berasal dari Allah pasti mendatangkan kebaikan bagi kita.
Menurut Lukas 1:26-28, kelahiran Kristus terjadi melalui ketaatan Maria. Bagi seorang perempuan muda yang belum menikah seperti Maria, alangkah sulitnya menerima amanat untuk mengandung seorang anak. Seandainya saat itu kita berada di posisi Maria, kita pasti menolak untuk mengandung, karena hal itu tidak sesuai dengan nilai-nilai moral, etika, maupun hukum agama yang berlaku. Selain itu, Maria juga pasti akan mempertimbangkan bagaimana penilaian Yusuf, calon suaminya terhadap dirinya, bila Yusuf mengetahui bahwa dirinya telah mengandung. Siapakah di antara kita yang mau menerima amanat sedemikian ini?
Tetapi, setelah mendengar perkataan malaikat, Maria berkata, “Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu” (Luk. 1:38). Perkataan ini kelihatannya sederhana, tetapi harganya sangat tinggi. Untuk melahirkan Kristus, Maria telah membayar harga yang sangat tinggi – harga atas seluruh dirinya. O, kelahiran Kristus tidaklah murahan. Kalau kita mau melahirkan Kristus ke dalam orang lain, kita harus membayar harga. Maria telah membayar harga dengan masuk ke dalam suatu pilihan yang sangat sulit.
Pada prinsipnya, kapan kala kita mau menerima amanat untuk melayani Kristus, kita akan menemukan bahwa diri kita segera terbentur kesulitan. Semua malaikat akan memahami kita, tetapi tidak seorang manusia pun yang mau mengerti. Jangan sekali-kali mengharapkan seseorang akan bersikap seperti malaikat Gabriel kepada kita. Sebaliknya, sebagian besar orang akan salah paham terhadap kita. Bahkan orang yang paling dekat dengan kitalah yang paling salah paham. Menurut pandangan manusia, taat kepada Tuhan, mengasihi Tuhan, berkorban segala bagi Tuhan, sungguh tidak logis. Walau demikian, kehadiran Kristus sebagian besar akan digenapkan melalui ketaatan kita.
Matius 1:18 mencatat bahwa Maria mengandung dari Roh Kudus, sebelum Maria dan Yusuf hidup sebagai suami istri. Ketaatan Maria telah membuka jalan bagi Roh Kudus demi keterkandungan Yesus. Ketaatan Maria ditambah dengan pekerjaan Roh Kudus telah memberikan kesempatan bagi Allah untuk berinkarnasi. Matius 1:19-20 kemudian mencatat pula, “Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. Tetapi ketika ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan berkata: ‘Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya adalah dari Roh Kudus.’” Meskipun telah ada kuasa kedaulatan Allah, ketaatan Maria, dan kekuatan Roh Kudus, namun penggenapan nubuat tentang kelahiran Yesus masih memerlukan ketaatan dan kerja sama Yusuf (Mat. 1:19-21, 24-25). Pada malam itu, ketika Yusuf tengah mempertimbangkan maksudnya untuk menceraikan Maria dengan diam-diam, malaikat datang dan berbicara kepadanya. Yusuf pun menaati perkataan malaikat itu (Mat. 1:24-25).
Pelajaran apakah yang bisa kita pelajari dari peristiwa ini? Pertama, kita harus meneladani Yusuf. Walau saat itu Yusuf masih muda, tetapi ia tidak bersikap kasar terhadap Maria atau terburu-buru memutuskan sesuatu; sebaliknya ia menaruh banyak pertimbangan. Sebagai orang muda, janganlah mengambil suatu keputusan atau bertindak dengan tergesa-gesa. Ketergesaan seringkali memberi kesempatan bagi Iblis untuk menyelinap masuk. Belajarlah membawa pertimbangan dan maksud hati kita dalam doa, sehingga memberi kesempatan bagi Tuhan untuk berbicara. Kedua, dengan menerima Maria, Yusuf pasti menanggung malu. Yusuf rela menderita malu demi Tuhan. Melayani Kristus, melahirkan Kristus, seringkali menuntut kita berkorban, membuat kita menderita malu. Tetapi Tuhan berkata, “Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat” (Mat. 5:11).
Kelahiran Kristus merupakan penggenapan besar atas nubuat-nubuat dalam Perjanjian Lama, termasuk nubuat dalam Kejadian 3:15. Kristus adalah keturunan perempuan. Kristus datang bukan hanya untuk menggenapkan hukum Taurat, tetapi terlebih menggenapkan janji tentang keturunan perempuan yang akan meremukkan kepala ular – Satan, musuh Allah. Kristus adalah Allah juga manusia. Sebagai manusia, Ia adalah seorang manusia yang sempurna yang tidak mempunyai sifat dosa, juga tidak pernah melakukan dosa. Dia berani berkata kepada penentang-Nya, “Siapa di antaramu yang membuktikan bahwa Aku berbuat dosa?” (Yoh. 8:46). Dia tidak berdosa, sebaliknya kita adalah orang berdosa.
Dalam dunia ini, cukup banyak orang yang berjuang melepaskan orang lain dari penindasan, kemiskinan, dan masalah sosial lainnya. Namun selain Yesus, tidak ada seorang pun yang bisa menjadi Juruselamat orang dosa. Tuhan Yesus datang ke dunia, untuk orang berdosa; untuk menyelamatkan orang berdosa. Dia mengatakan: “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mat. 20:28).
Bagaimanakah seharusnya sikap kita terhadap Sang Juruselamat ini? Sikap kita haruslah seperti perempuan yang dikisahkan dalam Markus 5:24-34. Perempuan itu demi iman menjamah ujung jubah Yesus dan penyakitnya sembuh. Sementara orang banyak yang berdesak-desakan tidak menerima apa-apa, perempuan yang sakit pendarahan itu justru mendapatkan kesembuhan. Kisah ini menegaskan kepada kita bahwa untuk menikmati keselamatan Tuhan, kita perlu dengan sungguh-sungguh menjamah Dia, bukan sekedar berdesak-desakan di tengah kerumunan orang.
Allah hendak mewahyukan diri-Nya kepada manusia. Untuk itu, Allah harus melakukannya melalui sarana yang dapat dimengerti oleh manusia, yaitu melalui bahasa yang tertulis dan bahasa lisan. Seluruh Perjanjian Lama merupakan sarana Allah untuk menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui tulisan. Kini, melalui kelahiran Kristus, Allah akan menyatakan diri-Nya kepada manusia secara lisan. Pengenalan yang sempurna terhadap seseorang tidak dapat dicapai hanya melalui tulisan. Komunikasi lisan lebih akrab dan lebih tuntas daripada komunikasi tulisan. Bila bahasa lisan ditambahkan kepada bahasa tulisan, komunikasi menjadi lebih berhasil.
Bagaimanakah cara Allah mewahyukan diri-Nya kepada kita secara lisan? Tidak ada jalan lain, Allah harus datang menjadi manusia, menjadi sama seperti manusia, dan berbicara dalam bahasa manusia (Kol. 1:19). Misalkan kita hendak memberi makan burung-burung liar yang hinggap di pekarangan rumah kita, tentu tidak mudah. Walau kita bermaksud baik, tetapi begitu kita mendekati mereka, mereka segera terbang menjauh. Burung-burung itu tidak bisa mengerti maksud kita. Satu-satunya kemungkinan untuk berkomunikasi dengan mereka adalah dengan menjadi seperti salah satu dari burung-burung itu. Kalau Allah tetap Allah, selamanya kita takkan pernah mengenal Dia. Kalau Ia berkata kepada kita dengan bahasa-Nya, kita tidak akan mengerti. Kalau Allah ingin mewahyukan diri-Nya melalui bahasa lisan dan bersekutu dengan manusia, maka Ia harus “menyusutkan” diri-Nya sedemikian rupa sehingga menjadi sama seperti kita. Lalu, Ia akan mampu berbicara kepada kita, memberi tahu tentang diri-Nya dan tujuan kekal-Nya kepada kita.
Untuk mewahyukan diri-Nya kepada kita, Allah harus menjadi manusia yang terlahir ke dunia ini. Karena Dia adalah Allah, maka Ia harus datang ke dalam dunia dengan cara yang sangat berbeda dari manusia umumnya. Kita terlahir ke dunia melalui ibu bapa kita, dan dikandung oleh ibu kita. Tetapi kelahiran Yesus orang Nazaret itu berbeda. Yesus lahir dari anak dara Maria. Pikiran manusia mungkin sulit menerima fakta ini, tetapi kita tahu bahwa bagi Allah tidak ada yang mustahil. Itulah fakta yang tertulis dalam kitab suci.
Pikiran alamiah manusia sulit untuk dapat menerima fakta bahwa Yesus dikandung dan dilahirkan dari seorang anak dara – Maria (Mat. 1:20). Bahkan perihal kelahiran Yesus sering menjadi perdebatan dari berbagai kalangan. Suatu hari, terjadi suatu perdebatan besar di Inggris antara seorang pemimpin aliran modernis dengan seorang pemimpin terkenal ahli theologia Presbiterian. Salah satu pokok bahasannya adalah tentang kelahiran Yesus dari seorang anak dara. Perdebatan itu berlangsung sampai empat hari. Setelah memaparkan banyak bukti ilmiah, pemimpin kaum modernis berkata, “Yesus bukan dilahirkan dari anak dara, karena hal itu tidak mungkin terjadi.” Lalu bagaimana jawaban theolog itu? Ia menjawab, “Masalah ini bukan perkara mungkin atau tidak mungkin, tetapi apakah kejadian ini ada atau tidak dalam sejarah.”
Berbicara sampai di sini, sang theolog lalu mengeluarkan sebuah surat kabar dari sakunya. Surat kabar itu memuat satu artikel tentang suatu peristiwa yang terjadi beberapa hari sebelumnya. Ada seseorang mengendarai mobil di lereng sebuah gunung yang tinggi, hendak melewati gunung itu. Tetapi malang, mobilnya tergelincir dan terjun ke jurang yang sangat terjal. Mobil itu hancur, tidak ada satu bagian pun yang utuh. Namun, orang yang mengendarainya tergeletak di dasar jurang tanpa luka sedikit pun. Orang itu pun bangun lalu melangkah pergi. Theolog itu membaca keras-keras kutipan itu, lalu berkata kepada para hadirin, “Mobil itu jatuh seribu kaki dalamnya dan hancur berkeping-keping. Anda tidak dapat menemukan sepotong logam utuh yang lebarnya satu kaki persegi. Setelah mengalami kecelakaan yang sehebat itu, mungkinkah orang itu tetap hidup dengan tidak terluka sedikitpun? Tentu tidak mungkin! Tetapi pertanyaan saya adalah, ‘Hidupkah orang itu?’ Ya. Ia hidup!” Itulah fakta. Demikian pula, kelahiran Kristus adalah suatu fakta, fakta besar yang harus kita percayai!
Kebanyakan kita, orang Kristen, sangat memperhatikan perihal inkarnasi Kristus. Setiap tahun, pada hari tertentu, begitu banyak kaum beriman merayakan inkarnasi Tuhan; tetapi, mungkin tidak banyak dari kita yang memahami makna hakiki yang terkandung di dalam inkarnasi tersebut. Allah kita yang menciptakan alam semesta ini adalah Allah yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Dia adalah Allah yang luar biasa besarnya (2 Taw. 6:18; Kis. 7:49). Sebaliknya, kita adalah makhluk ciptaan yang sangat terbatas. Kita dibatasi oleh ruang dan waktu, dibatasi oleh orang-orang di sekeliling kita, juga dibatasi oleh kelemahan-kelemahan lahiriah kita. Lalu apakah yang dimaksud dengan “inkarnasi”? Inkarnasi adalah melalui kelahiran-Nya, Kristus membawa Allah yang tidak terbatas ke dalam manusia yang terbatas. Ini benar-benar menakjubkan.
Melalui inkarnasi, Allah yang tak terbatas rela menjadi manusia yang serba terbatas. Ia rela masuk ke dalam ruang dan waktu untuk menerima pembatasan. Lihatlah, Allah pun rela dibatasi. Bagaimana dengan kita? Berada dalam rahim selama sembilan bulan merupakan suatu pembatasan. Kemudian, Yesus ini dilahirkan dalam sebuah keluarga yang sederhana, di tempat yang sederhana pula; karena penganiayaan Ia harus mengungsi ke Mesir, lalu kembali ke tanah Yudea dan dibesarkan di sebuah kota yang terpencil; bukankah semuanya ini adalah pembatasan? Ya. Melalui inkarnasi-Nya, Kristus telah membawakan Allah yang tidak terbatas ke dalam manusia yang terbatas. Inilah makna hakiki pertama dari inkarnasi Kristus.
Kedua, melalui inkarnasi Kristus, Allah berbaur dengan manusia. Sebelum inkarnasi, Ia terpisah dari manusia. Tetapi melalui inkarnasi, Ia sendiri masuk ke dalam manusia. Pertama-tama, Ia dikandung, tinggal di dalam rahim seorang anak dara selama sembilan bulan, kemudian Ia dilahirkan. Jadi, Yesus yang disebut Kristus (Mat. 1:16) adalah perbauran antara Allah Tritunggal dengan manusia yang memiliki tiga bagian, yakni roh, jiwa, dan tubuh. Yesus Kristus adalah Allah yang lengkap dan manusia yang sempurna. Dia adalah “Anak Allah”, juga “Anak Manusia” (Mat. 14:33; 8:20). Dia adalah manusia-Allah.
Matius 1:21 mencatat perkataan malaikat yang menampakkan diri kepada Yusuf dalam mimpi, “Ia akan melahirkan anak laki-laki dan engkau akan menamakan Dia Yesus, karena Dialah yang akan menyelamatkan umat-Nya dari dosa mereka.” Anak laki-laki yang dilahirkan dengan cara yang ajaib ini tak lain adalah Yehova (TUHAN, LAI). Tetapi Dia bukan hanya Yehova, tetapi Yehova Penyelamat. Yesus adalah istilah Yunani yang sama dengan istilah Ibrani Yosua (Bil. 13:16) yang berarti Yehova Juruselamat, atau keselamatan Yehova. Karena itu, Yesus bukan hanya manusia melainkan Yehova, dan bukan hanya Yehova, melainkan Yehova menjadi keselamatan kita. Dengan demikian, Dia adalah Juruselamat kita. Dia juga Yosua kita yang sejati, yang membawa kita masuk ke dalam perhentian (Ibr. 4:8; Mat. 11:28-29) yang adalah diri-Nya sendiri sebagai tanah permai bagi kita.
Yesus merupakan nama yang ajaib. Kisah Para Rasul 4:12 menegaskan, “Dan keselamatan tidak ada di dalam siapapun juga selain di dalam Dia, sebab di bawah kolong langit ini tidak ada nama lain yang diberikan kepada manusia yang olehnya kita dapat diselamatkan.” Nama Yesus adalah nama yang menyelamatkan. Barangsiapa yang berseru kepada nama ini akan diselamatkan (Kis. 2:21; Rm. 10:13). Dalam nama Yesus Kristus, kita diselamatkan. Mengapa nama-Nya begitu penuh kuasa? Nama-Nya penuh kuasa karena Dia adalah Sang ajaib, meliputi segala-galanya. Yesus Kristus adalah Allah, manusia, Bapa, Putra, Roh itu, batu karang, pondasi, batu penjuru, batu utama, pintu, makanan, minuman, pakaian, hayat, kekuatan, kemampuan, fungsi, perilaku, kehidupan, perkataan, nafas, pandangan, bahkan pendengaran kita. Oh, kita tidak mungkin habis menyebutkan semua aspek Kristus yang kaya bagi kita! Kristus adalah semua dan di dalam semua (Kol. 3:11).
Nama Yesus meliputi nama Yehova (TUHAN, LAI), Penyelamat, dan keselamatan. Dalam bahasa Ibrani, nama Allah (Elohim) berarti “Yang Perkasa, Allah Mahakuasa”; dan nama Yehova berarti “Aku adalah” (Kel. 3:14 Tl.). Kata “adalah” dalam bahasa Ibrani merupakan kata kerja yang tidak saja menunjukkan waktu sekarang, juga waktu lampau, dan waktu yang akan datang. Jadi, arti nama Yehova ialah “Aku adalah”, Sang unik dalam waktu sekarang, dalam waktu lampau, dan dalam waktu yang akan datang serta dalam kekekalan selama-lamanya. Inilah nama Yehova. Karena itu Tuhan Yesus dapat mengatakan tentang diri-Nya, “Sebelum Abraham jadi, Aku adalah” (Yoh. 8:58, Tl.). Ia pun berkata kepada orang Yahudi “Sebab jikalau kamu tidak percaya bahwa Akulah adalah, kamu akan mati dalam dosamu” dan “Apabila kamu telah meninggikan Anak Manusia, barulah kamu tahu bahwa Akulah adalah” (Yoh. 8:24, 28, Tl.). Tuhan Yesus adalah segala sesuatu yang kita perlukan. Segala apa yang kita perlukan terdapat dalam nama Yesus.
Unsur kedua dalam nama Yesus ialah Penyelamat. Yesus adalah Yehova Juruselamat, Sang Penyelamat yang menyelamatkan kita dari semua perkara negatif dan dosa-dosa kita, dari neraka, dari hukuman Allah, dan dari penghukuman kekal. Dia menyelamatkan kita dari hukuman Allah dan dari segala perkara yang kita benci. Ia menyelamatkan kita dari temperamen kita, menyelamatkan kita dari kekuasaan jahat setan, dari semua dosa dalam kehidupan kita setiap hari, dan dari setiap kebiasaan buruk kita.
Ketiga, Yesus bukan hanya Penyelamat, tetapi juga keselamatan kita. Asal kita berseru, “Tuhan Yesus, datanglah kepadaku, menjadi keselamatanku”, maka Ia akan datang kepada kita sebagai keselamatan itu. Kita mungkin tidak menyadari betapa kita perlu diselamatkan setiap hari bahkan setiap saat. Kalau Tuhan menerangi kita, barulah kita tahu bahwa kita perlu diselamatkan dari banyak perkara. O, nama Yesus mengatasi segala nama (Flp. 2:9-10). Tidak ada nama yang setinggi dan seunggul nama Yesus. Tidak peduli orang membenci Yesus atau mencintai-Nya, orang itu pasti tahu bahwa nama Yesus itu istimewa. Nama ini sanggup melakukan banyak perkara bagi kita.
Matius 1:23 mengatakan, “‘... dan mereka akan menamakan Dia Imanuel’ – yang berarti: Allah menyertai kita.” Yesus adalah nama yang diberikan oleh Allah (Luk. 1:31; Mat. 1:21, 25). Imanuel, yang berarti Allah menyertai kita, adalah nama pemberian manusia kepada-Nya. Yesus Juruselamat adalah Allah menyertai kita. Dia adalah Allah yang tinggal di antara kita (Yoh. 1:14). Dia bukan hanya Allah, tetapi Allah yang menyertai kita (Yes. 8:8, 10), bukan hanya menyertai kita ketika Ia hidup di bumi, tetapi juga menyertai kita saat ini setelah kenaikan-Nya ke surga. Dia menyertai kita setiap hari sampai kesudahan zaman (Mat. 28:20).
Allah menyertai kita. Kata “kita” di sini tidak mengacu kepada semua orang di dunia ini, melainkan hanya mengacu kepada umat yang diselamatkan. Dengan kata lain, hanya kaum beriman dalam Kristus yang berhak menikmati penyertaan Allah ini. Dalam Matius 18:20 Yesus mengatakan bahwa kapan saja dua atau tiga orang berhimpun dalam nama-Nya, Ia pasti bersama-sama dengan mereka. Inilah Imanuel. Dalam Matius 28:20, ayat terakhir dari Injil ini, Yesus memberi tahu murid-murid-Nya, “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” Menurut konsepsi Injil Matius, Yesus datang dan tidak pernah pergi lagi. Ia telah dimakamkan di dalam kubur selama tiga hari, tetapi Dia datang di dalam kebangkitan dan tidak pernah pergi lagi. Ia senantiasa menyertai kita sebagai Imanuel.
Hari ini tidak banyak orang Kristen yang berjalan, hidup, berbicara, dan melakukan sesuatu bersama Sang Imanuel. Sewaktu kita berbelanja, di sekolah, bekerja, atau berbicara dengan seseorang, adakah kita merasakan penyertaan Sang Imanuel? Bisakah kita berbicara, bergurau, bergosip, atau berbuat sesuatu dengan sembarangan, jika kita menyadari bahwa Dia beserta kita? Kita perlu memustikakan penyertaan-Nya dengan selalu melatih roh kita untuk bersentuhan dan menjamah Dia di dalam segala keadaan kita.
Imanuel adalah nama sebutan yang diberikan oleh mereka yang telah banyak mengalami Yesus. Setiap kali kita mengalami Yesus, kita akan mampu mengatakan bahwa Dia adalah Allah yang beserta dengan kita. Yesus tidak lain adalah Allah yang beserta dengan kita. Allah memberi tahu kita bahwa nama-Nya ialah Yesus. Tetapi ketika kita menerima Dia dan mengalami Dia, kita mengatakan bahwa Yesus adalah Imanuel – Allah yang beserta dengan kita. Ini sangat ajaib!
Yesus, Sang Juruselamat adalah Allah yang menyertai kita. Tanpa Dia, kita tidak mungkin menjumpai Allah; sebab Allah adalah Dia, dan Dia adalah Allah. Tanpa Dia, kita tidak akan menemukan Allah, sebab Dia adalah Allah sendiri yang berinkarnasi untuk tinggal di tengah-tengah kita (Yoh. 1:14). Penyertaan Yesus sebagai Sang Imanuel di dalam kita sangat berkaitan dengan pemerintahan-Nya. Kita tentu tidak lupa bahwa Yesus dilahirkan dalam daging adalah untuk menjadi Raja. Begitu kita menyeru nama-Nya, Sang Raja ini akan melaksanakan pemerintahan-Nya atas kita, menerangi setiap sisi gelap dari perbuatan kita yang tidak benar, mengatur tindak-tanduk kita, bahkan tutur kata kita. Inilah pengalaman akan penyertaan-Nya yang riil atas kita.
Setiap kali kita berhimpun bersama dalam nama Yesus, Ia beserta dengan kita (Mat. 18:20). Yesus beserta dengan kita setiap hari, bahkan sampai pada akhir zaman (Mat. 28:20). Banyak orang Kristen mengira bahwa Yesus hadir setiap hari, kecuali hari ini. Tetapi Yesus beserta dengan kita hari ini juga! Yesus tidak hanya di antara kita, Ia pun di dalam roh kita. Dua Timotius 4:22 mengatakan, “Tuhan menyertai rohmu.” Ketika kita menyeru nama Yesus, kita menerima Roh itu, yaitu persona, realitas, dan realisasi Yesus.
Menurut Yesaya 8:7-8, musuh mencoba merampas negeri Imanuel – roh kita. Iblis, musuh itu, dengan seluruh pasukannya akan mengerahkan segala kemampuannya untuk merampas negeri Imanuel ini, yaitu merampas roh kita dan apa adanya kita. Tetapi Yesaya 8:10 memberi tahu kita bahwa Allah beserta dengan kita, musuh tidak akan mampu merampas negeri Imanuel. Kita tetap berada di sini karena Allah beserta dengan kita.
Catatan Matius menunjukkan bahwa Yesus yang baru dilahirkan itu ialah Raja dari umat Allah (Mat. 2:1-23). Dia adalah keturunan raja Daud. Matius pasal satu memberi tahu kita bahwa Perjanjian Lama memuat nubuat tentang Kristus yang kedatangan-Nya dinanti-nantikan oleh semua umat Allah, sedangkan Matius pasal dua menunjukkan jalan untuk menemukan Kristus. Kedatangan-Nya telah dinubuatkan, dan Ia telah datang. Namun masalahnya kini ialah bagaimana menemukan Dia.
Matius 2:1-2 mengatakan, “...datanglah orang-orang majus dari Timur ke Yerusalem dan bertanya-tanya: ‘Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.’” Allah memberi orang-orang majus itu sebuah bintang yang bersinar untuk memimpin mereka kepada Yesus untuk kemudian menyembah Dia (Mat. 2:2). Bintang di langit yang dilihat oleh orang-orang majus itu melambangkan visi surgawi. Untuk mengenal kelahiran Yesus sebagai Raja, dan untuk datang menyembah Dia, diperlukan suatu visi surgawi, visi yang hidup. Cahaya bintang terang inilah yang menggerakkan orang-orang majus datang dari Timur untuk mencari dan menyembah Raja orang Yahudi. Hal ini menunjukkan bahwa visi surgawi berkaitan dengan orang-orang yang dengan tulus hati mencari Dia (Mat. 5:8) dan perkenan Bapa yang di surga (Mat. 16:17).
Setiap orang yang mencari Kristus harus memiliki hati yang tulus. Tulus di sini bukan hanya mengacu kepada sungguh-sungguh dan tidak palsu juga mengacu kepada lurus, tidak bengkok. Hati yang tulus adalah hati yang sejati, tidak bercabang. Hati yang tulus hanya menginginkan satu hal, yaitu Allah sendiri. Di hadapan Allah, hati yang tulus merupakan hal yang paling penting, hal yang menentukan apakah kita dapat menemukan Kristus atau tidak.
Pada waktu kelahiran Yesus, terdapat suatu agama yang disebut agama Yahudi, suatu agama yang fundamental, agama alkitabiah yang dibentuk, diatur, dan disusun sesuai dengan 39 kitab Perjanjian Lama. Melalui catatan Matius pasal dua, kita nampak bahwa agama Yahudi sangat memegang teguh kitab suci. Namun hampir tidak ada seorang pun dalam agama itu yang mengetahui bahwa Kristus telah datang. Kita tidak menjumpai catatan dalam Perjanjian Baru yang menyatakan bahwa beberapa di antara umat agama itu pergi untuk menemui Kristus. Sebaliknya, tercatat bahwa beberapa orang majus (ahli perbintangan) datang mencari Dia (Mat. 2:1-12).
Orang-orang majus ini mempunyai visi hidup - bintang surgawi, sedangkan kaum agamawan Yahudi memiliki Alkitab. Manakah yang lebih kita sukai, Alkitab atau bintang? Paling baik jika memiliki kedua-duanya. Kita seharusnya mempunyai Alkitab di tangan kita, sambil nampak bintang di langit – visi surgawi. Paling baik kalau kita menjadi kedua-duanya, menjadi orang majus dan orang Yahudi. Terhadap Alkitab, kita seharusnya seperti seorang Yahudi; terhadap visi surgawi, kita seharusnya seperti seorang majus.
Setelah orang-orang majus nampak akan bintang itu (visi surgawi), ternyata mereka mendapat kesulitan. Kesulitan ini datang dari konsepsi alamiah mereka. Mereka segera memutuskan untuk pergi ke Yerusalem, ibu kota bangsa Yahudi, ke tempat di mana Raja orang Yahudi itu dilahirkan (Mat. 2:2-3). Keputusan mereka pergi ke Yerusalem bukan datang dari terang bintang itu, tetapi dari konsepsi alamiah mereka.
Yerusalem adalah tempat yang keliru. Yerusalem, sebagai ibu kota dan kota tempat Bait Suci berdiri, bukanlah tempat terlahirnya Yesus. Kekeliruan orang-orang majus kemudian menyebabkan suatu masalah yang serius dan hampir-hampir mengakibatkan terbunuhnya bayi Yesus. Jikalau bukan karena kedaulatan Allah, Yesus kecil itu pasti akan terbunuh akibat kekeliruan mereka. Kesalahan mereka telah merenggut banyak jiwa anak kecil (Mat. 2:16-18). Waspadalah, kita mungkin memiliki pengetahuan Alkitab dan visi surgawi, tetapi jangan mencampuradukkannya dengan konsepsi alamiah kita sendiri.
Injil Matius 2:4-5 mencatat, “Maka dikumpulkannya semua imam kepala dan ahli Taurat bangsa Yahudi, lalu dimintanya keterangan dari mereka, di mana Mesias akan dilahirkan. Mereka berkata kepadanya: ‘Di Betlehem di tanah Yudea, karena demikianlah ada tertulis dalam kitab nabi.” Seringkali kita mempunyai visi (penglihatan surgawi), tetapi ketika kita mempertimbangkan masalah itu dalam benak kita, kita dialihkan dan diselewengkan oleh konsepsi alamiah kita. Konsepsi insani kita mengalihkan kita dari jejak yang benar. Kapan kala kita dialihkan sedemikian, kita perlu Alkitab. Begitu kita menyadari bahwa kita telah salah, maka kita perlu “buku” yang benar (2 Tim. 3:16).
Setelah orang-orang majus pergi ke Yerusalem, tempat yang keliru, mereka kemudian dikoreksi oleh Alkitab. Dari Alkitab mereka mengetahui bahwa tempat yang benar ialah Betlehem, bukan Yerusalem (Mat. 2:4-6). Jika mereka tidak diselewengkan oleh konsepsi alamiah mereka, pasti bintang itu akan memimpin mereka langsung ke tempat Yesus berada, yaitu di Betlehem. Tetapi mereka terlanjur teralihkan dan terselewengkan, karena itu mereka perlu dikoreksi oleh pengetahuan Alkitab. Setelah dikoreksi oleh Alkitab, mereka lalu meninggalkan Yerusalem dan dipulihkan ke jejak yang benar. Bintang itu pun muncul lagi (Mat. 2:9). Visi yang hidup selalu mengikuti Alkitab; tidak mungkin bertentangan dengan Alkitab! Kita mementingkan pimpinan Roh Kudus, kita pun mementingkan teladan-teladan Alkitab. Memang, pimpinan Roh Kudus itu sangat mustika. Tetapi, jika seseorang menganggap asal ada pimpinan Roh Kudus sudah cukup, tidak perlu ada teladan Alkitab, itu akan menimbulkan masalah. Kalau suatu pimpinan tidak sesuai dengan Alkitab, pimpinan itu tidak dapat disebut pimpinan Roh Kudus.
Setelah orang-orang Majus nampak kembali bintang itu, bintang itu memimpin mereka ke tempat Kristus berada (Mat. 2:9-10). Bintang itu memimpin mereka tidak saja ke Kota Betlehem, bahkan ke tempat yang tepat di mana Yesus berada. Sampai di sini, ada suatu hal yang mengherankan: tidak ada seorang pun agamawan di Yerusalem yang pergi dengan orang-orang majus itu ke Betlehem. Ini sangat ganjil. Andaikata kita ini adalah seorang imam di antara imam-imam itu, tidakkah kita akan pergi bersama-sama dengan orang-orang majus itu untuk melihat apakah Yesus benar-benar dilahirkan di Betlehem? Tetapi tidak ada satu pun di antara mereka yang pergi. Mereka sendiri jelas, dan mereka dapat memberi tahu orang lain bahwa Mesias akan dilahirkan di Betlehem, namun tidak ada satu pun dari mereka yang pergi. Mereka sama sekali tidak peduli akan Kristus yang hidup!
Dari ayat-ayat ini kita bisa melihat bahwa mengenal nubuat Alkitab itu satu perkara sedangkan melihat wahyu adalah perkara yang lain. Demikian pula, pengajaran adalah satu perkara sedangkan wahyu adalah perkara yang lain. Seseorang mungkin memiliki perkataan-perkataan nabi (Alkitab), tetapi masih membutuhkan bintang yang bersinar. Seseorang mungkin memiliki pengetahuan Alkitab, namun masih membutuhkan wahyu ilahi. Apabila kita tidak merasa lapar, maka Allah pun tidak memberikan.Kemungkinan orang-orang Majus dari timur adalah orang-orang yang menanti dan mencari Allah. Apabila seseorang hanya memiliki pengetahuan yang mati, dia seperti orang Farisi. Meskipun ia sangat paham dengan perkataan-perkataan Alkitab, dia belum pernah melihat terang surgawi. Perhatikanlah, bintang yang tampak di langit itu menuntun langkah orang Majus bahkan sampai ke lokasi di mana Kristus berada. Pada satu aspek mereka membutuhkan nubuat nabi Mikha (Mi. 5:2), sedangkan di aspek lainnya mereka membutuhkan bintang yang tampak di langit. Melalui perkara tersebut kita bisa melihat bahwa untuk menerima wahyu, sedikitnya kita harus memenuhi dua syarat. Pertama, kita perlu menunggu, menantikan Tuhan melalui bertekun di dalam firman-Nya. Kedua, kita perlu memiliki hati yang merindukan Tuhan, mengasihi Tuhan, dan bersekutu dengan-Nya.
Orang-orang majus tidak hanya menemukan Kristus, mereka pun menyembah Dia (Mat. 2:11). Di sini kita perlu memperhatikan dua hal. Pertama, dalam penulisan ayat ini, kata “Anak itu” mendahului kata “Maria, ibu-Nya”. Artinya, “Anak itu” harus mendapatkan tempat yang pertama dan terutama. Kedua, orang-orang majus itu menyembah “Anak itu”, bukan menyembah ibu-Nya atau Yusuf. Ini menunjukkan bahwa hanya Yesus yang layak disembah, karena Dialah Allah. Yesaya 9:5 mengatakan, “Sebab seorang anak telah lahir untuk kita, ... dan namanya disebutkan orang ... Allah yang perkasa...” Anak kecil ini adalah Allah yang perkasa. Orang-orang majus tidak hanya sujud menyembah Dia, namun mereka juga memberi persembahan kepada-Nya: emas, kemenyan, dan mur (Mat. 2:11).
Orang-orang majus menemukan Yesus, anak raja, di Betlehem. Ia dilahirkan di sebuah kota yang begitu kecil dalam lingkungan yang begitu rendah. Namun, oleh karena visi yang datang dari bintang itu, orang-orang majus itu memberi hormat sepenuhnya kepada anak raja itu, tanpa mempedulikan tempat. Sebab itu, mereka mempersembahkan kepada Dia tiga benda yang mustika. Penyembahan yang sejati tidak tergantung pada suatu tempat tertentu. Dalam Perjanjian Baru, penyembah-penyembah benar akan menyembah dalam roh dan kebenaran, bukan di suatu gunung atau di Yerusalem (Yoh. 4:21-24). Dalam bahasa Ibrani, akar kata dari “menyembah” adalah proskuneo yang berarti “mencium”, seperti seekor anjing mencium tangan majikannya (Thayer). Haleluya! Hari ini, Kristus ada dalam roh kita, di sanalah kita dapat dengan mesra mencium Dia! Karena itu, penyembahan yang sejati selalu membawa kita lebih mesra dan intim dengan Tuhan, serta selalu mendorong kita untuk mempersembahkan sesuatu kepada-Nya.
Orang-orang majus tidak hanya menemukan Kristus, mereka pun menyembah Dia, dan memberikan persembahan berupa emas, kemenyan, dan mur (Mat. 2:11). Ketika orang-orang Majus mempersembahkan emas, kemenyan, dan mur, mereka sendiri mungkin tidak tahu makna dari persembahan mereka. Satu hal yang kita yakini adalah persembahan mereka pastilah di bawah inspirasi Roh Kudus.
Dalam perlambangan, emas melambangkan sifat Allah. Bayi Yesus ini memiliki sifat Allah. Ia kudus. Kemenyan melambangkan keharuman kebangkitan. Sebelum Ia wafat, Yesus memberi tahu Maria dan Marta bahwa Ia adalah kebangkitan dan hayat (Yoh. 11:25). Jadi, sebelum Ia wafat pun, Ia adalah kebangkitan. Hayat Kristus ketika di bumi ini ialah hayat kebangkitan. Dalam seluruh kehidupan insani-Nya, terkandung keharuman dan kemanisan kebangkitan. Maut tidak dapat membelenggu atau menjamah Dia. Ia bukan hanya hayat, Ia pun kebangkitan. Mur melambangkan kematian dan keharuman kematian Yesus. Di antara umat manusia, maut tidaklah harum. Namun pada Yesus, terdapat keharuman kematian.
Setiap benda itu - emas, kemenyan, dan mur - menunjukkan unsur mustika yang terkandung dalam sifat dan hayat Tuhan Yesus. Hampir setiap butir dalam keempat kitab Injil memperlihatkan kemustikaan insani Tuhan, keharuman hayat kebangkitan-Nya, dan keharuman kurban kematian-Nya. Segera setelah kelahiran Kristus, tanpa berlambat-lambatan, orang-orang majus telah melakukan perkara yang begitu elok, yang sesuai benar dengan sifat dan hayat Tuhan. Dalam seumur hidup Yesus, selalu disertai “emas, kemenyan, dan mur”. Ia selalu memperhidupkan hayat kebangkitan, dan Ia senantiasa berada di bawah bayang-bayang salib. Ia tidak menunggu sampai tiga puluh tiga setengah tahun lewat kemudian pergi ke atas salib untuk disalibkan. Seumur hidup-Nya secara berkesinambungan Ia telah menempuh hidup yang tersalib. Jadi, Ia tidak hanya mempunyai keharuman kebangkitan, tetapi juga manisnya salib mur. Penyembahan dan persembahan kita kepada-Nya seharusnya juga mengandung ketiga unsur ini – emas, kemenyan, dan mur.
Ayat-ayat Alkitab adalah seperti lentera. Lentera dibuat adalah untuk menerangi tempat-tempat yang gelap dan waktu di mana kegelapan tiba. Pernahkah mendengar sebuah kisah tentang gadis kecil di atas kereta? Gadis itu tidak mengerti mengapa sang masinis menyalakan lampu sorot padahal hari masih terang. Dia berkata kepada ibunya, “Ibu, sekarang masih tengah hari dan matahari bersinar terang, mengapa ia menyalakan lampu-lampu itu?” Ibunya tersenyum dan berkata, “Tunggulah sejenak dan engkau akan tahu mengapa.” Tidak lama kemudian, tiba-tiba kereta itu meluncur ke dalam sebuah terowongan bawah tanah yang panjang dan gelap. Gadis kecil itupun mengerti. Alkitab di tangan kita mengandung ribuan ayat yang kelihatannya sangat biasa dan kurang perlu. Kita tidak dapat mengerti mengapa Allah perlu susah payah menyalakan lampu-lampu kebenaran itu. Tetapi suatu hari, ketika kita melewati terowongan kesulitan, atau terowongan pencobaan, atau terowongan penderitaan, pada saat itu barulah kita mengerti dan mengapresiasi ayat-ayat yang dulunya kelihatan sangat biasa itu.
Kristus adalah bintang (Bil. 24:17). Ia datang sebagai bintang (Why. 22:16). Ia bersinar. Bagaimana kita bisa memiliki Kristus sebagai bintang? Menurut 2 Petrus 1:19, bintang itu berkaitan dengan firman yang hidup. Jika kita memperhatikan firman yang hidup ini, langit di dalam kita akan terang dan bintang fajar akan terbit dalam hati kita. Setelah orang-orang majus itu menemukan Kristus, menyembah Dia, dan mempersembahkan benda-benda berharga kepada-Nya, mereka diperingatkan Allah supaya pulang melalui jalan lain (Mat. 2:12). Setiap kali kita mencari Kristus dan menemukan Dia, kita selalu diberi tahu supaya tidak kembali ke jalan semula, jalan yang lama. Mencari Kristus dan menemukan Dia selalu mengalihkan kita ke jalan lain.
Dalam 2 Petrus 1:19 bintang timur pada hakikatnya adalah bintang fajar. Dalam bahasa Yunani kata itu ialah “phosphoros”, benda yang mengandung terang. Sebatang fosfor dapat bersinar dalam kegelapan. Kristus ialah fosfor sejati yang bersinar dalam kegelapan hari ini. Kita perlu memperhatikan firman yang hidup sampai Kristus bersinar di dalam kita. Namun, Kristus tidak dapat menyinari kita jika kita tidak memperhatikan firman yang hidup. Kita harus memperhatikannya hingga sesuatu mulai bersinar di dalam kita. Penyinaran itu akan menjadi fosfor di dalam hati kita, sehingga kita akan mempunyai bintang fajar, seperti orang-orang majus itu. Ada sesuatu yang dari surga akan menyinari kita. Kristus ialah bintang. Alkitab mengatakan bahwa pengikut Kristus juga adalah bintang-bintang. Wahyu 1:20 memberi tahu kita bahwa para pemimpin dalam hidup gereja yang tepat adalah bintang-bintang, sebab mereka bersinar. Kitab Daniel 12:3 mengatakan bahwa orang yang benar akan bersinar seperti bintang. Mereka yang memalingkan orang lain kepada kebenaran, yang memalingkan mereka dari jalan yang keliru ke jalan yang benar, akan bercahaya seperti bintang. Jadi Kristus dan kaum beriman yang menang adalah bintang-bintang yang bersinar.
Hari ini hanya ada dua jalan untuk menikmati sinar terang bintang itu. Menurut jalan yang pertama, kita harus datang kepada firman yang hidup hingga sesuatu terbit di dalam kita dan menyinarkan Kristus. Cara yang kedua ialah datang kepada kaum beriman yang bersinar, yakni pengikut-pengikut Kristus yang setia. Kedua jalan untuk memiliki bintang itu berkaitan dengan Roh itu dan gereja. Segera setelah Wahyu 22:16 yang mengatakan bahwa Tuhan Yesus adalah bintang timur, ayat selanjutnya mengatakan, “Roh dan pengantin perempuan itu berkata .....” Ini membuktikan bahwa sebagai bintang timur, Tuhan Yesus itu berkaitan dengan Roh itu dan gereja. Jika kita ingin memiliki Bintang Hidup atau bintang-bintang hidup, kita perlu Roh itu dan Gereja. Berdasarkan Roh itu dan melalui gereja, akan mudah bagi kita untuk mempunyai visi surgawi, sehingga kita dapat menemukan Kristus, mempersembahkan apresiasi kita kepada-Nya, serta menempuh jalan yang baru dan hidup.
Kristus ditemukan oleh orang-orang majus di Betlehem. Penemuan Kristus ini ternyata menimbulkan masalah besar. Matius 2:13 mengatakan, “Setelah orang-orang majus itu berangkat, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi dan berkata: ‘Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya, larilah ke Mesir dan tinggallah di sana sampai Aku berfirman kepadamu, karena Herodes akan mencari Anak itu untuk membunuh Dia.’” Herodes yang iri kepada Raja Yahudi yang baru dilahirkan itu, ternyata bukan mencari tahu tentang Anak itu untuk datang menyembah, melainkan untuk membunuh Dia (Mat. 2:7-8, 13). Walaupun tidak seorangpun yang mengetahui maksud jahat Herodes, tetapi Allah mengetahuinya. Dalam mimpi, Allah memberitahu Yusuf untuk lari ke Mesir dan tinggal di sana.
Allah menggunakan masalah besar ini guna membawa keluar bayi Yesus itu dari Betlehem ke Mesir (Mat. 2:13-18). Kitab Hosea 11:1 menubuatkan bahwa Yesus akan dipanggil keluar dari Mesir. Bila tidak terjadi masalah besar setelah Yesus ditemukan di Betlehem, tentu Ia tidak perlu lari ke Mesir. Hal ini sangat bermakna. Orang-orang majus membuat kesalahan yang besar, tetapi kesalahan mereka justru memberi Allah kesempatan untuk menggenapkan nubuat-Nya. Namun janganlah kita sengaja membuat kesalahan. Itu adalah kebodohan. Berusahalah melakukan sesuatu dengan benar. Walaupun demikian, tidak peduli betapa pun kita berusaha berlaku benar, suatu waktu kita pasti akan melakukan suatu kesalahan yang besar. Pada saat demikian, kita harus jujur di hadapan-Nya. Allah hanya dapat memberkati satu jenis orang, yaitu orang yang jujur di hadapan-Nya. Kita harus berkata, “Ya Allah, aku telah gagal. Ampunilah aku.” Bila kita berdoa demikian, Tuhan akan segera memberkati kita. Di saat kita lemah dan gagal total, justru kekuatan-Nya dapat dinyatakan di atas diri kita.
Matius 2:14-15 mencatat, “Maka Yusufpun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga, lalu menyingkir ke Mesir, dan tinggal di sana hingga Herodes mati. Hal itu terjadi supaya genaplah yang difirmankan Tuhan oleh nabi: ‘Dari Mesir Kupanggil Anak-Ku.’” Setelah mendengar perkataan Allah dalam mimpi, Yusuf pun bangunlah dan membawa Anak itu serta ibu-Nya malam itu juga untuk menyingkir ke Mesir. Emas, kemenyan, dan mur, harta benda yang mustika, yang dipersembahkan oleh orang-orang majus itu ternyata telah dipersiapkan oleh Allah bagi perjalanan Yusuf, Maria, dan bayi Yesus dari Yudea ke Mesir. Yusuf dan Maria mengalami penyediaan Allah yang luar biasa! Karena kedaulatan Allah, Anak kecil itu pun terlindung. Bayi Yesus terhindar dari mati sahid yang disebabkan oleh kekeliruan orang-orang majus.
Kemudian Matius 2:16 mengatakan, “Ketika Herodes tahu, bahwa ia telah diperdayakan oleh orang-orang majus itu, ia sangat marah. Lalu ia menyuruh membunuh semua anak di Betlehem dan sekitarnya, yaitu anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah, sesuai dengan waktu yang dapat diketahuinya dari orang-orang majus itu.” Ini adalah peristiwa kemartiran pertama dalam Perjanjian Baru yang berhubungan dengan Kristus. Sejak kecil, Yesus sudah mengalami penentangan yang sangat hebat. Herodes merupakan sarana yang dipakai oleh Iblis untuk membinasakan bayi Yesus. Iblis tentu mengetahui bahwa Anak ini bukan seperti anak-anak lainnya. Membiarkan Anak ini hidup dan bertumbuh besar tentu akan menimbulkan masalah besar baginya. Karena itu, Iblis bersatu dengan Herodes untuk membinasakan Anak itu. Tetapi Allah berdaulat atas segala sesuatu, bahkan atas Iblis sekalipun. Ia melindungi kaum yang dikasihi-Nya dari musuh.
Bahkan sampai hari ini, Kristus dan para pengikut-Nya terus-menerus mengalami berbagai penentangan dan penganiayaan. Hampir tidak ada orang Kristen yang dapat hidup dengan tenang tanpa gangguan di belahan bumi manapun. Dalam dua ribu tahun terakhir, tidak terhitung banyaknya pengikut Kristus yang telah mati martir demi firman Allah dan kesaksian Yesus. Tetapi waktunya akan tiba, Allah akan menuntut balas bagi kita dengan melaksanakan penghakiman-Nya yang adil atas bumi yang berada di bawah pengaruh jahat Iblis (Why. 6:9-10).
Matius 2:19-21 mencatat, “Setelah Herodes mati, nampaklah malaikat Tuhan kepada Yusuf dalam mimpi di Mesir, katanya: ‘Bangunlah, ambillah Anak itu serta ibu-Nya dan berangkatlah ke tanah Israel, karena mereka yang hendak membunuh Anak itu, sudah mati. Lalu Yusufpun bangunlah, diambilnya Anak itu serta ibu-Nya dan pergi ke tanah Israel.’” Untuk mengikuti Kristus, kita tidak hanya perlu memperhatikan catatan Alkitab mengenai Dia, melainkan juga perlu memperhatikan pimpinan yang seketika, seperti yang dialami Yusuf dalam mimpinya. Hanya memperhatikan Alkitab tetapi mengabaikan pimpinan yang seketika, bisa membuat kita kehilangan Kristus, seperti yang dialami oleh imam-imam dan ahli-ahli Taurat orang-orang Yahudi. Untuk mengamati pimpinan yang seketika, diperlukan hati yang tulus mencari Dia.
Kemudian Matius 2:22-23 mengatakan, “Tetapi setelah didengarnya, bahwa Arkhelaus menjadi raja di Yudea menggantikan Herodes, ayahnya, ia takut ke sana. Karena dinasihati dalam mimpi, pergilah Yusuf ke daerah Galilea. Setibanya di sana iapun tinggal di sebuah kota yang bernama Nazaret. Hal itu terjadi supaya genaplah firman yang disampaikan oleh nabi-nabi, bahwa Ia akan disebut: Orang Nazaret.” Di bawah pengaturan kedaulatan Allah, Yesus terlahir di Betlehem, tinggal di sana sejangka waktu, kemudian karena penganiayaan Herodes Dia dibawa lari ke Mesir. Setelah itu, Dia dibawa kembali ke tanah Israel (Mat. 2:19-21). Karena Arkelaus menggantikan Herodes, Kristus dibawa ke Nazaret, kota yang terhina di Galilea dan dibesarkan di sana. Itulah sebabnya Dia disebut orang Nazaret.
Yesus orang Nazaret adalah teladan kita. Sebagai pengikut-pengikut-Nya, kita tidak seharusnya mengharapkan hormat dan sanjungan manusia. Kita perlu belajar menempuh jalan salib di bumi, yaitu pergi kepada Yesus di luar perkemahan agama yang usang untuk menanggung kehinaan-Nya (Ibr. 13:13).
Matius 2:23 mengatakan, “Ia akan disebut orang Nazaret.” Dalam penampilan lahiriah-Nya, Yesus adalah orang Nazaret. Inilah yang dikatakan oleh nabi-nabi. Ketika Yesus dilahirkan di antara umat manusia, Ia muncul dalam cara yang agak tersembunyi, tidak dalam cara yang terbuka. Setiap orang menyebut Dia Yesus dari Nazaret, sebab Ia seorang Nazaret. Ketika Filipus berjumpa dengan Yesus, ia menyadari bahwa Yesus adalah Mesias. Kemudian Filipus pergi kepada Natanael dan memberitahu dia bahwa ia telah berjumpa dengan Mesias, anak Yusuf, seorang Nazaret. Natanael segera berkata, “Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret?” (Yoh. 1:45-46).
Hari ini prinsipnya sama. Bentuk Tabernakel dalam perjanjian lama adalah ditutup dengan kulit lumba-lumba, yang kasar dan keras, yang bagian luarnya kelihatan sama sekali tidak menarik; namun bagian dalamnya adalah sutera halus, emas dan batu-batu permata. Prinsip rohani gereja juga sama. Janganlah memandang gereja dari aspek lahiriahnya. Kita perlu masuk ke dalam gereja. Kita tidak boleh memamerkan diri kita, sebaliknya kita pun jangan menilai orang lain dari keadaan lahiriahnya. Kita harus menilai mereka dari roh batiniah mereka. Dua Korintus 5:16 mengatakan bahwa kita tidak boleh mengenal Kristus atau siapa pun dari penampilan lahiriah mereka. Sebaliknya, kita harus memperhatikan realitas batiniah Kristus. Hari ini kita harus memegang prinsip ini. Untuk dapat menemukan Kristus, kita harus mempunyai bintang yang bercahaya. Kita tidak boleh pergi menurut penampilan lahiriah, melainkan menurut batiniah. Kalau kita mengenal gereja atau kaum saleh, janganlah dibingungkan oleh penampilan lahiriah. Janganlah menilai sesuatu dari sudut lahiriah, seperti gedung ibadah yang besar-besar, bangunan megah yang menjulang tinggi dan besar, atau alat-alat musik yang menarik.
Pada penampilan lahiriah-Nya, Yesus tidak menarik. Ia seorang Nazaret yang kecil, seorang yang dibesarkan di propinsi yang disebut “Galilea wilayah bangsa-bangsa lain”, dan yang dibesarkan di sebuah kota yang dipandang rendah orang. Sayang, banyak pengalaman rohani mustika orang kristen dewasa ini yang sering dipamerkan, kesaksian dilebih-lebihkan, dalam pelayanan senang dipuji dan mencari kemuliaan diri sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar