Selasa, 19 Oktober 2010

Penelitian Tidak Etis, Tapi Hasilnya Berguna

Penelitian

medis tidak etis, sudah ada sejak dulu. Contoh

belum lama ini adalah kemarahan pemerintah

Guatemala pada Amerika.

Namun, walaupun sangat tidak etis, apakah

penelitian seperti itu memang bermanfaat? Dan jika

bermanfaat, apakah hasil seperti itu tidak penuh

noda?

Penisilin

Pemerintah Amerika resmi meminta maaf pada

Guatemala, mengenai penelitian medis yang mereka

lakukan pada tahun 1940-an. Ratusan warga

Guatemala ketika itu dengan sengaja ditulari penyakit

sifilis dan gonoré oleh dokter Amerika. Dalam

rangka mengetes kemanjuran obat baru, penisilin,

menghadapi penularan penyakit kelamin pada tahap

dini. Presiden Guatemala, Álvaro Colom,

menamakan kasus ini ‘kejahatan terhadap

kemanusiaan’.

Percobaan dilakukan pada narapidana dan pasien

rumah sakit jiwa. Dalam beberapa kasus, tim peneliti

sengaja memerintahkan pelacur penderita penyakit

kelamin berhubungan seksual dengan narapidana.

Peneliti Amerika, Susan Reverby, menemukan kasus

ini dalam arsip, ketika ia melakukan penelitian

mengenai kasus percobaan serupa terhadap buruh

kulit hitam Amerika, di perkebunan kapas. Januari

lalu, peneliti ini menerbitkan hasil penelitian yang ia

lakukan, di situs webnya:

(<http://www.wellesley.edu/WomenSt/

fac_reverby.html>)

Nazi Jerman

Di mana-mana, di seluruh dunia berlangsung

penelitian medis yang sebenarnya tidak etis. Yang

paling parah, pada masa Nazi Jerman. Richard

Zegers, sejarawan medis di Academisch Medisch

Centrum Amsterdam menemukan banyak kisah

sangat menyedihkan. Misalnya penelitian ilmuwan

Nazi, Hans Konradt Reiter, yang ternyata gagal,

menewaskan ratusan korban jiwa manusia.

Richard Zegers: “Hans Konradt Reiter melaksanakan

serangkaian percobaan untuk menangani penyakit

tifus, dan mencoba mengembangkan vaksin baru.

Untuk tujuan ini ia dengan sengaja menularkan

penyakit tifus pada ratusan penghuni kamp

konsentrasi di Buchenwald, dan di Natzweiler-

Struthof, kamp konsentrasi untuk warga Prancis.

Dengan demikian mereka semua terkena penyakit

tifus, dan ratusan orang meninggal dunia. Beberapa

orang di antara mereka mendapat vaksinasi, yang

ternyata sama sekali tidak bermanfa’at. Para

penderita penyakit tifus tersebut, atau sebenarnya,

para korban tersebut, semua meninggal dunia”.

Malaikat Maut

Percobaan dokter di kamp Auschwitz, Joseph

Mengele, yang dikenal dengan julukan ‘Malaikat

Maut’, benar-benar sadis, kata Richard Zegers.

Dokter ini misalnya melakukan percobaan seberapa

jauh tubuh manusia tahan menerima sengatan

setrum listrik.

Ia langsung melakukan percobaan atas tubuh

penghuni kamp. Satu demi satu penghuni kamp

tersebut mendapat dosis setrum listrik, makin lama

makin banyak. Hanya untuk mengetahui, kapan

mereka jatuh pingsan, dan terutama untuk melihat

pada saat mana mereka tidak bisa bangun lagi.

Pil KB

Juga banyak kasus baru, dari negara-negara lain.

Penelitian penyakit kelamin di Guatemala merupakan

contoh gamblang, bagaimana peneliti Amerika bisa

bertindak kelewat batas. Demikian menurut guru

besar etik medis, Toine Pieters, dari VU Medisch

Centrum Amsterdam.

Ia menunjuk pada percobaan pil anti kehamilan.

Pada tahun 1950-an, keamanan pil ini masih belum

jelas. Terutama, dampak sampingannya. Dan di

Amerika sendiri, sulit mendapatkan manusia yang

bisa dijadikan kelinci percobaan.

Toine Pieters: “Percobaan dilakukan pada tahun

1956, pada wanita Puerto Riko. Kalangan miskin

tentu gampang untuk dijadikan kelinci percobaan,

ketimbang wanita Amerika yang jauh lebih kaya. Di

Amerika sendiri sulit untuk melakukan hal seperti itu.

Dan para peneliti memilih jalan paling mudah,

mencari wanita Puerto Riko”.

Rezim Jorge Rafael Videla

Lebih parah lagi percobaan dokter mata pada masa

rezim Jorge Rafael Videla di Argentina. Tahanan

menjadi obyek percobaan obat tetes selaput mata.

Puluhan tahanan menjadi buta. Tapi, karena banyak

di antara korban ini hilang begitu saja, kisah lengkap

percobaan ini tetap menjadi misteri.

Malah, juga terdapat beberapa kasus paling anyar.

Evert van Leeuwen, etikus medis dari Radboud

Universiteit Nijmegen merujuk pada percobaan obat

anti malaria di Filipina, pada akhir tahun 1990-an.

Evert van Leeuwen: “Penduduk setempat diberi obat

pencegah malaria. Dan lalu mereka, sebagaimana

semua orang lainnya, dibiarkan menjadi sasaran

gigitan nyamuk. Para peneliti tinggal menunggu,

apakah obat tersebut mampu mencegah penyakit

malaria. Percobaan ini berhasil, dan obat pencegah

dijual pada para turis. Sementara penduduk Filipina

sendiri, tidak mampu membelinya”.

Manfaat Percobaan

Baik Toine Pieters mau pun Evert van Leeuwen tidak

menyangkal, bahwa percobaan yang mengerikan

pun bisa saja bermanfaat. Secara ilmiah, bahkan

kegunaan hasil penelitian Joseph Mengele pun jelas.

Memang berguna untuk mengetahui seberapa jauh

tubuh manusia mampu menerima sengatan arus

listrik. Misalnya, untuk membuat senjata setrum

listrik yang tidak membahayakan jiwa. Dan,

berbagai aturan keselamatan kerja di berbagai

instalasi listrik pun, menggunakan hasil penelitian

tersebut.

Percobaan di Filipina juga menunjukkan bahwa

penelitian seperti itu bermanfaat. Juga percobaan pil

KB pada wanita Puerto Riko. Dampak samping

semua pil anti hamil yang beredar sekarang ini,

sudah jauh berkurang. Hasil penelitian dokter mata

di Argentina kini digunakan di seluruh dunia.

Mati Sia Sia

Walaupun demikian, kita semua harus berpikir

mengenai penggunaan lebih lanjut hasil-hasil

penelitian tersebut. Apakah kita harus menjauhinya?

Atau, perlu melihat dengan sudut pandang lain?

Evert van Leeuwen: “Sejak tahun 1990-an, para

etikus medis telah mendiskusikan hal ini. Beberapa

orang berpendapat, kita boleh saja menggunakan

hasil penelitian seperti itu, dengan syarat, memberi

ganti imbalan pada keluarga para korban. Namun,

ada juga orang yang selalu ingin konsisten. Bagi

mereka jelas, jangan pernah menggunakan hasil

penelitian seperti itu … Yah, kalau begitu, semua

korban tewas sia-sia”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar