Kamis, 09 Desember 2010

Persekutuan Dengan Dia

1 Yohanes 1:6a
"Jika kita katakan, bahwa kita beroleh persekutuan dengan Dia, …."


Hubungan hayat seorang anak dengan ibu yang melahirkannya tidak mungkin terputus, tetapi persekutuan dengan ibunya mudah terputus. Misalnya, sebelum pergi, ibu berpesan agar si anak tidak memakan coklat. Setelah ibu pergi, si anak mengambil coklat tersebut dan memakannya. Bagaimanakah sikap anak tersebut ketika ibunya pulang? Biasanya, ia akan sangat senang bertemu dengan ibunya. Sekarang, setelah berbuat salah, ia gelisah ketika melihat ibunya datang, ia ingin menghindar. Kalau ibu ke ruang makan, ia pergi ke dapur; kalau ibu ke dapur, ia pergi ke ruang tamu. Ibu yang berpengalaman segera mengetahui bahwa anaknya pasti telah mencuri coklat.

Hubungan hayat antara kaum beriman dengan Allah tidak mungkin terputus sampai selama-lamanya. Karena kita telah dilahirkan oleh-Nya dan menerima "hayat kekal" dari Allah. Lagi pula, tidak ada orang yang dapat merebut kita dari tangan Allah. Jadi, hubungan hayat kita dengan Allah bersifat kekal, selamanya tidak dapat terputus (Yoh. 10:28-29). Namun, persekutuan dengan Allah dapat terputus karena dosa atau ketidaktaatan kita. Yesaya 59:1-2 mengatakan, "Sesungguhnya, tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan, dan pendengaran-Nya tidak kurang tajam untuk mendengar, tetapi yang merupakan pemisah antara kamu dan Allahmu ialah segala kejahatanmu, dan yang membuat Dia menyembunyikan diri terhadap kamu, sehingga Ia tidak mendengar, ialah segala dosamu."

Jangan Berbuat Dosa Lagi
Yoh. 8:1-11; 1 Kor. 5:1-5

Setelah kita beroleh selamat, tidak seharusnya kita berbuat dosa lagi dan tetap hidup di dalam dosa. Injil Yohanes 8 mencatat kisah Tuhan Yesus mengampuni seorang perempuan yang berzina. Saat itu juga Tuhan berkata kepadanya, "Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." Lalu, bisakah orang Kristen tidak berbuat dosa? Bisa! Orang Kristen bisa tidak berbuat dosa, karena di dalam orang Kristen ada hayat (kehidupan) Allah. Hayat ini tidak bisa berbuat dosa, tidak bisa mentolelir dosa sedikit pun. Hayat ini kudus, di batin Ia memberi kita perasaan yang luar biasa pekanya terhadap dosa. Namun karena kelemahan daging kita, ketidaktaatan kita, dan karena tidak hidup di bawah pimpinan Roh Kudus dan hayat Allah, maka di mana dan kapan saja ada kemungkinan berbuat dosa. Setelah beroleh selamat, jika kita berbuat dosa lagi, akan ada beberapa akibat yang mengerikan:Pertama, menderita susah pada zaman sekarang. Seperti yang dikatakan dalam 1 Korintus 5, orang itu harus diserahkan kepada Iblis, sehingga tubuhnya binasa; ini merupakan suatu penderitaan yang sangat besar.
Kedua, persekutuan dengan Allah terputus. Orang Kristen dapat bersekutu dengan Allah, ini adalah hak yang paling mulia dan juga adalah kebahagiaan yang terbesar. Tetapi jika persekutuan kita dengan Allah terputus, Roh Kudus di dalam kita akan berduka, hayat di dalam kita akan merasa tidak nyaman, sukacita kita akan lenyap. Tadinya, kalau bertemu dengan saudara saudari, merasa sangat akrab; sekarang, tidak akrab lagi, bagaikan tersekat sesuatu. Tadinya, membaca Alkitab dan berdoa sangat nyaman; sekarang, terasa hambar, tidak bisa menjamah Allah. Dulu, ikut bersidang merasa mustika dan kalau absen sekali saja, merasa rugi besar, tetapi kini, bersidang terasa tawar, seolah tidak bersidang pun tidak mengapa. Bahkan kalau bertemu dengan saudara saudari terasa ingin menghindar atau menjauhkan diri. Keadaan yang semula sama sekali telah berubah.
Ketiga, menerima ganjaran di zaman yang akan datang. Bila orang Kristen berbuat dosa dan tidak membereskannya pada zaman ini, pada zaman yang akan datang tetap harus membereskannya (Mat. 16:27, 2 Kor. 5:10).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar