2 Petrus 3:1
"Saudara-saudara yang kekasih, ini sudah surat yang kedua, yang kutulis kepadamu. Di dalam kedua surat itu aku berusaha menghidupkan pengertian yang murni oleh peringatan-peringatan."
Di sini kita melihat bahwa tujuan Petrus adalah membuat kaum saleh kembali kepada pengertian yang murni akan firman Tuhan. Itulah sebabnya ia memberikan peringatan-peringatan.
Kemudian ayat 2 melanjutkan, "supaya kamu mengingat akan perkataan yang dahulu telah diucapkan oleh nabi-nabi kudus dan mengingat akan perintah Tuhan dan Juruselamat yang telah disampaikan oleh rasul-rasulmu kepadamu." Petrus seolah-olah ingin menunjukkan bahwa kita bukan hanya memiliki perkataan nabi-nabi juga memiliki perkataan para rasul. Perkataan-perkataan ini bukan dihasilkan dari kemauan penulis itu sendiri, melainkan sepenuhnya oleh dorongan Roh. Petrus lebih mempertegas lagi bahwa perkataan para Rasul tersebut sebenarnya adalah perintah Tuhan dan Juruselamat kita. Para Rasul hanya sekedar menyampaikannya. Petrus menyampaikan hal ini untuk memastikan dan memperkuat tulisan-tulisannya sebagai pencegahan melawan pengajaran-pengajaran bidah dalam kemurtadan.
Terhadap perkataan Tuhan kita harus memiliki sikap seperti Musa. Musa menyadari sepenuhnya bahwa perkataan yang dia sampaikan adalah perkataan Allah sendiri, itulah sebabnya dia berpesan sungguh-sungguh kepada bangsa Israel agar memperhatikan, mengajarkan berulang-ulang, membicarakannya, mengikatnya sebagai tanda di tangan dan lambang di dahi bahkan menuliskannya pada tiang pintu rumah dan pada pintu gerbang (Ul. 6:6-9). Sikap seperti ini akan menyelamatkan kita dari ajaran bidah manapun.
Pengejek-Pengejek Pada Akhir Jaman2 Ptr. 3:3-7
Hari-hari terakhir dalam ayat 3 mengacu kepada zaman ini (2 Tim. 3:1; Yud. 18). Periode ini dimulai dari akhir abad pertama, dan akan berlangsung sampai kedatangan Kristus kali kedua. Petrus mengatakan kepada kita bahwa pada hari-hari terakhir pengejek-pengejek akan datang. Ejekan-ejekan itu selain menunjukkan kemurtadan mereka, juga menunjukkan bahwa mereka menuruti hawa nafsu.
Janji kedatangan Tuhan telah diberikan kepada bapa-bapa leluhur kita oleh nabi-nabi yang kudus dalam Perjanjian Lama (Mzm. 72:6-17; 110:1-3; 118:26; Dan. 7:13-14; Za. 14:3-9; Mal. 4:1-3). Tetapi pengejek-pengejek mengatakan dengan nada mengejek, "Di manakah janji tentang kedatangan-Nya?" Pengejek-pengejek itu mengatakan, "Sebab sejak bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada waktu dunia diciptakan" (ay. 4). Di ayat 5 dan 6, Petrus menjelaskan bahwa para pengejek yang bidah dengan "sengaja tidak mau tahu", jadi mereka mengabaikan catatan dalam Perjanjian Lama mengenai penghakiman Allah dengan air bah.
Janji mengenai kedatangan Tuhan (ay. 4) bukanlah mitos, tetapi adalah firman Allah. Para pengejek seharusnya tidak mengabaikan bahwa dengan firman Allah, langit dan bumi menjadi ada (Ibr. 11:3), dan dengan firman Allah pula, langit dan bumi disimpan untuk hari penghakiman dan pembinasaan orang-orang fasik (2 Ptr. 3:7). Maka para pengejek seharusnya diyakinkan bahwa dengan firman Allah, seluruh alam semesta materi ini, termasuk diri mereka sendiri, akan dihakimi oleh kedatangan Tuhan.
Saudara saudari, kita mungkin tidak seperti para pengejek itu, namun bagaimanakah sikap kita dalam melewati hari-hari pengembaraan kita sebagai musafir? Apakah kita melewati hari-hari pengembaraan kita dengan rasa takut? (1 Ptr. 1:17), apakah kita selalu berjaga-jaga dan berdoa? (Luk. 21:36), apakah kita hidup dalam kekudusan? (1 Ptr. 1:15) atau malahan kendur dan mencintai dunia yang nampaknya semakin maju serta penuh daya pikat? Kita harus ingat bahwa "langit dan bumi yang sekarang terpelihara dari api dan disimpan untuk hari penghakiman dan kebinasaan orang-orang fasik" ( 3:7).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar