Tersebutlah kisah seorang manusia tengah berkumpul bersama keluarga besarnya di kampung kelahirannya saat Lebaran 1431 H atau Natal 2009 kemaren. Dia bersama sanak saudaranya asyik bercerita sambil tertawa gembira. Dan kemudian …..
Tiap sebentar terdengar desingan SMS dari ponsel mereka masing-masing. Tapi mereka tidak ada yang bergegas ingin melihatnya. Walaupun ada diantara mereka yang mengaku sudah mendapatkan sms sampai lebih dari 100 kiriman. Tapi ….
Mereka tetap tidak peduli. Kenapa? Rata-rata alasannya adalah karena malas untuk membalasnya. Sudah terlalu banyak dan juga tidak ada yang menarik.
Dan sang manusia menambahkan:
Itulah contoh silaturrahmi digital omong kosong. Silaturrahmi abad millenium yang sudah mencapai titik nadir. Ucapan selamat lebaran atau Natal sudah tinggal ritual semu. Tidak lagi menyentuh perasaan. Karena kata-kata yang ditulis tidak lagi spesial. Hanya kata-kata standar yang siap dicopy dan dikirim ulang kepada sekian ratus teman dengan isi yang sama. Dan masing-masing penerima juga melakukan hal yang sama.
Tidak ditulis lagi (nama) kepada siapa sms itu ditujukan! Sehingga sms itu cocok untuk semua orang. Dan yang membaca tidak merasa tersentuh lagi oleh sms tersebut. Proses kirim balas sms lebaran sudah seperti interaksi antar mesin. Antar robot.
Inilah yang disebut sang manusia dengan sms lebaran atau natal kentut. Di mana sebuah tulisan ucapan lebaran atau natal tidak lagi menyapa kita secara khusus. Tidak ada ikatan emosional antara tulisan dengan yang membaca. Mirip dengan kasus komentar kentut dalam dunia blogging, yang hanya menulis komentar: “info menarik, patut dicoba neh, sangat membantu, dan sejenisnya”.
Apakah ini berarti bahwa tradisi saling kirim sms lebaran atau natal tidak baik?
Atas nama silaturrahmi dan kasih, apapun media yang digunakan tetap bernilai baik. Malah sangat dianjurkan, walau sampai menggunakan teknologi dan bahasa planet Yupiter sekalipun. Tapi dengan catatan inti silaturrahmi itu tidak boleh hilang, yaitu:
Saling menyapa dengan hati …
Apa artinya 1000 sms, tapi satu pun tidak ada yang menyentuh hati. Dan bila bicara soal hati, soal sentuhan, soal kesadaran, apalagi soal maaf memaafkan, MUTU jauh lebih berarti dibanding JUMLAH. Dua buah sms yang ditulis khusus dengan hati jauh lebih berarti dari 2000 sms copy paste.
Tapi apa yang terjadi hari ini?
Sebagai contoh coba bandingkan 4 sms di bawah ini:
SMS Pertama:
Untuk Lebaran:
Tepat di hari yang suci ini,
Izinkan tangan ini bersimpuh,
Memohon maaf lahir dan di bathin
Jika ada perkataan yang tak terjaga,
Dan hati yang berprasangka..
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1431 H
Minal Aidin Walfadzin
(XXX dan keluarga)
untuk Natal:
Penuh KAsih dan sukacita
dan menyambut hari kelahiran Yesus Kristus.
Dalam iman kita saling menghargai
Dalam kasih kt mnjadi pemenang
MAri kita sambur natal ini
dengan penuh kasih dan bahagia
Selamat Natal dan Tahun Baru 2010
(XXXX dan Keluarga)
SMS Kedua:
Untuk Lebaran:
Halo Dimas Cakep!
Lama ya kita gak jumpa
Pengen deh ngumpul-ngumpul seperti dulu lagi,
Tapi jarak dan waktu ini gak bisa ditembus
Saya mohon maaf nih lahir dan bathin
Maklum banyak dosa yang sengaja
Brof masih ingat kan?
Hutang yang 100 rb dulu gak pernah saya bayar hahaha…
Selamat Lebaran Dim,
Semoga persahabatan kita akan kembali suci seperti hari ini..
Untuk Natal:
Salam Kasih dan Suci Damai Natal
Untuk saudaraku Dimas Siburian.
Ini saya Beja, yang dulu sering nongkrong bareng.
Kalau kita ingat masa lalu kita penuh canda tawa
Walaupun Natal telah lama diadakan,
jangan sampai persahabatan kita dilupakan.
Banyak kenangan manis bro, saat itu kita tukar2 kado.
Apakah kita masih bisa tukar2 kado lagi (persahabatan).
Selamat Natal ya buat keluarga anda.
(bejo dan keluarga)
Nah, lebih kurang itulah pendapat seorang blogger terhadap budaya sms lebaran dan natal hingga hari ini. Dan ia juga telah menyisipkan 4 contoh. Sekarang bagaimana pendapat anda?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar