1 Yohanes 1:4
"Dan semuanya ini kami tuliskan kepada kamu, supaya sukacita kami menjadi sempurna."
Kata "kami" dalam "sukacita kami" di beberapa manuskrip diterjemahkan sebagai "kamu", menjadi "sukacita kamu". Haleluya! Sukacita para rasul juga adalah sukacita kaum beriman, karena kaum beriman ada di dalam persekutuan para rasul.
Persekutuan merupakan hasil dari menerima hayat kekal, sedangkan sukacita merupakan hasil dari kenikmatan atas Allah Tritunggal dalam persekutuan ilahi.
Apakah kita adalah orang Kristen yang bersukacita atau orang Kristen yang penuh kemurungan? Murung menunjukkan bahwa kita tidak berada dalam persekutuan ilahi.
Keselamatan Allah membuat kita bersukacita, bahkan melonjak riang gembira. Karena itu, ketika kita berkumpul bersama, kita seharusnya penuh dengan sukacita. Dalam Perjanjian Lama, umat Allah penuh dengan sukacita ketika mereka datang bersama ke dalam pesta. Dalam kitab Mazmur, bahkan mereka diperintahkan untuk membuat suara sorak sorai yang ditujukan kepada Tuhan (Mzm. 95:1; 98:4, 6). Kita mengira Allah tidak suka mendengar suara sorak sorai, tetapi Allah sangat menghargainya. Dia suka melihat kita semua penuh dengan sukacita.
Di sini Rasul Yohanes memberitahu, jika kita menikmati persekutuan ilahi, kita pasti akan penuh dengan sukacita. Kita perlu menjadi orang-orang Kristen yang penuh sukacita, dan penuh dengan sorak sorai. Marilah kita tetap tinggal di dalam persekutuan ilahi ini.
Hasil Persekutuan Ilahi (2)
1 Yoh. 1:4
Rasul Yohanes mengatakan agar sukacita para rasul atau sukacita kamu menjadi sempurna. Yohanes menyadari bahwa dunia tidak mampu menyediakan sukacita yang sejati dan tahan lama di dalam hati manusia. Sukacita ini hanya bisa diperoleh melalui hubungan yang tepat dengan Tuhan dan kaum beriman. Ketika seseorang berada dalam persekutuan dengan Allah dan dengan Tuhan Yesus, dia akan mempunyai sukacita yang dalam, yang tidak berkaitan dengan keadaan dan situasi di sekitarnya. Sukacita ini hanya bersumber pada Tuhan sendiri. Seperti dikatakan oleh seorang penyair, "Sumber dari segala nyanyiannya adalah dari sorga."
Matius pasal 11 mencatat bahwa Tuhan telah melakukan banyak mujizat, tetapi Tuhan dikritik, ditolak, dibenci, oleh orang-orang di Khorazim, Betsaida, dan Kapernaum. Di tempat-tempat di mana Dia melakukan paling banyak mujizat, justru tempat-tempat itu menolak-Nya. Bukan hanya demikian, bahkan Yohanes pembaptis pun dari penjara mengutus murid-murid-Nya mempertanyakan status Tuhan sebagai Mesias.
Saudara saudari, seandainya rangkaian kesulitan dan ketidaknyamanan seperti itu menimpa kita, bagaimanakah sikap kita? Sulit bagi kita untuk tidak merasa sedih, kecewa, putus asa, bahkan merasa bahwa semuanya telah berakhir. Namun, Tuhan kita tidak demikian. Alkitab mencatat sikap-Nya pada saat itu, "Aku bersyukur kepada-Mu Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu" (Mat. 11:25, 26). Dalam hatinya tidak ada rasa kepahitan, tidak ada kesal, dan dendam, tidak ada rasa tidak terima, pun tidak ada amarah. Dia bisa berkata, "Aku bersyukur kepada-Mu Bapa."
Untuk apa Tuhan memuji Allah? Dia berkata, "Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu." Tuhan tunduk di bawah segala perlakuan dan keadaan yang diperkenan Allah terjadi di atas diri-Nya. Kiranya ucapan syukur, sukacita kita, bukan karena hal-hal yang di luar, melainkan karena hubungan pribadi kita dengan Tuhan sendiri, karena Dia berkenan kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar