Pentakosta: Penggenapan Hari Raya Menuai
Kisah Para Rasul 2:1
Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat
Ayat Bacaan: Kel. 23:16; Im. 23; 1 Kor. 15:20, 23; Yoh. 20:17
Pentakosta adalah penggenapan hari raya Tujuh Minggu, dan hari raya ini juga disebut hari raya Menuai (Kel. 23:16). Pentakosta itu sangat erat hubungannya dengan tuaian, penuaian hasil yang kaya dari tanah permai itu. Pentakosta adalah lima puluh hari setelah persembahan seberkas buah bungaran dari tuaian. Menurut Imamat 23, berkas hasil yang pertama dari penuaian itu dipersembahkan kepada Tuhan sebagai persembahan unjukan pada hari sesudah Sabat. Berkas hasil yang pertama itu adalah lambang Kristus sebagai buah sulung di dalam kebangkitan (1 Kor. 15:20, 23). Dalam Perjanjian Lama, ketika tuaian itu dituai, seberkas hasil yang pertama dari tuaian itu dipersembahkan kepada Allah. Berkas ini adalah lambang Kristus yang bangkit yang dipersembahkan kepada Allah pada hari kebangkitan-Nya.
Kristus dipersembahkan sebagai buah sulung (bungaran) di dalam kebangkitan melibatkan kenaikan-Nya yang rahasia kepada Bapa. Ketika Maria ingin menjamah Dia, Dia berkata kepadanya, “Janganlah engkau memegang Aku, sebab Aku belum naik kepada Bapa, tetapi pergilah kepada saudara-saudara-Ku dan katakanlah kepada mereka, bahwa sekarang Aku akan pergi kepada Bapa-Ku dan dan Bapamu, kepada Allah-Ku dan Allahmu” (Yoh. 20:17, Tl.). Pada hari kebangkitan-Nya Tuhan naik kepada Bapa. Ini adalah kenaikan yang rahasia, empat puluh hari sebelum kenaikan-Nya secara umum di pandangan murid-murid-Nya. Pada hari kebangkitan itu, dini hari, Dia naik untuk memuaskan Bapa. Kesegaran kebangkitan-Nya pertama-tama adalah bagi kenikmatan Bapa. Ini adalah penggenapan lambang bahwa buah sulung dari tuaian itu mula-mula harus dibawa kepada Allah.
Saudara saudari yang terkasih. Ini adalah teladan yang diberikan Tuhan kepada kita. Seluruh hidup-Nya tercurah hanya bagi kepuasan Bapa. Dia mempersembahkan kesegaran kebangkitan-Nya untuk Bapa. Sudahkah kita memiliki hati yang sedemikian? Dalam pekerjaan kita, usaha kita, sekolah kita, apakah hal yang menjadi prioritas kita yang utama? Kita tidak seharusnya mengejar hal-hal duniawi hanya bagi kepuasan hawa nafsu kita. Kita perlu mempersembahkan yang terbaik bagi kepuasan Tuhan.
Kenikmatan Atas Kelimpahan Kristus yang Bangkit
Kisah Para Rasul 2:1a
Ketika tiba hari Pentakosta...
Filipi 1:19
Karena aku tahu, bahwa kesudahan semuanya ini ialah keselamatanku oleh doamu dan suplai limpah lengkap dari Roh Yesus Kristus (Tl.)
Ayat Bacaan: Flp. 1:19; Gal. 3:14
Hari raya Pentakosta adalah penggenapan hari raya Tujuh Minggu, yang juga disebut hari raya Menuai. Hari raya Menuai melambangkan kenikmatan terhadap hasil berlimpah yang dibawakan oleh Kristus yang bangkit. Tidak banyak pembaca Alkitab yang memperhatikan fakta dengan memadai bahwa Pentakosta sebenarnya mengacu kepada tuaian dan bahwa tuaian itu melambangkan kenikmatan terhadap kelimpahan dari Kristus yang bangkit. Hasil yang limpah ini sebenarnya adalah Roh yang almuhit.
Pada hari Pentakosta, yaitu hari yang kelima puluh, terjadilah pencurahan Roh yang almuhit. Roh ini adalah hasil yang limpah dari Allah Tritunggal yang telah melalui proses yang diberikan oleh Dia kepada umat pilihan-Nya sebagai berkat Injil. Mengenai ini, Galatia 3:14 mengatakan, “Yesus Kristus telah melakukan hal ini, supaya di dalam Dia berkat Abraham sampai kepada bangsa-bangsa lain, sehingga melalui iman kita menerima Roh yang telah dijanjikan itu.” Ini menunjukkan bahwa berkat unik Injil itu bukan surga, juga bukan pengampunan dosa-dosa; berkat unik Injil adalah Roh itu, yaitu Roh yang almuhit dari Allah Tritunggal yang telah melalui proses. Roh ini adalah berkat Injil yang diberikan kepada kita supaya kita dapat menikmati Kristus yang almuhit, yang adalah perwujudan Allah Tritunggal, sebagai tanah permai kita.
Pada hari kebangkitan Kristus ada penggenapan lambang hasil pertama dari tuaian. Lalu lima puluh hari kemudian, pada hari Pentakosta, ada kenikmatan terhadap tuaian hasil yang limpah dari tanah permai. Ini adalah lambang Kristus menjadi kenikmatan yang penuh bagi umat tebusan-Nya sebagai Roh pemberi-hayat yang dicurahkan ke atas mereka dari surga. Melalui pencurahan Roh itu, umat Allah dapat menikmati Kristus yang almuhit sebagai tanah permai mereka. Penerimaan mereka terhadap Roh yang limpah lengkap pada hari Pentakosta menunjukkan bahwa mereka bukan hanya telah masuk ke dalam tanah permai itu, bahkan berbagian dalam kelimpahan yang limpah lengkap dari Kristus yang almuhit di dalam kebangkitan dan kenaikan-Nya sebagai bagian penuh Allah yang diberikan di dalam ekonomi Perjanjian Baru-Nya. Kita perlu bersyukur kepada Allah yang telah memberikan Roh-Nya dengan berlimpah (Gal. 3:5).
Roh Esensial dan Roh Ekonomikal
Kisah Para Rasul 2:2-3
Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing
Ayat Bacaan: Kis. 2:2-3; Yoh. 20:22
Dalam kebangkitan Tuhan, Roh hayat kebangkitan diumpamakan seperti udara yang dihembuskan ke dalam murid-murid (Yoh. 20:22), ini adalah aspek esensial untuk hakiki dan kehidupan rohani mereka. Dalam kenaikan Tuhan, Roh kuasa kenaikan ke surga, yang dicurahkan ke atas murid-murid, di sini dilambangkan dengan angin, adalah untuk ministri dan pergerakan murid-murid secara ekonomikal.
Kita perlu nampak dengan jelas perbedaan antara hembusan dalam Yohanes 20 dengan tiupan dalam Kisah Para Rasul 2. Hembusan dalam Yohanes 20 adalah untuk penyaluran Roh pemberi-hayat ke dalam murid-murid secara esensial untuk hakiki dan kehidupan rohani mereka. Tetapi tiupan dalam Kisah Para Rasul 2 adalah untuk pencurahan Roh kuasa ekonomikal ke atas kaum beriman, yang telah menerima Roh hayat esensial ke dalam mereka. Pencurahan Roh kuasa itu bukan untuk hakiki atau kehidupan rohani kaum beriman; sebaliknya, pencurahan Roh kuasa adalah untuk ministri dan pergerakan kaum beriman.
Marilah kita menggunakan seorang polisi sebagai suatu ilustrasi tentang perbedaan antara Roh esensial untuk hayat yang di dalam dengan Roh ekonomikal untuk kuasa yang di luar. Seorang polisi tidak mengenakan seragamnya untuk meleraikan dahaganya. Dahaga itu tidak dapat dileraikan dengan mengenakan seragam. Seorang polisi mengenakan seragam ketika ia akan pergi bertugas, yaitu ketika ia siap bekerja sebagai seorang polisi. Misalnya seorang polisi minum sesuatu untuk meleraikan dahaganya dan kemudian pergi bekerja tanpa seragamnya. Jika ia melakukan hal ini, maka tidak ada seorang pun yang akan memperhatikannya sewaktu ia mencoba memberi perintah di jalan. Tidak peduli berapa banyak ia minum untuk meleraikan dahaganya, seorang polisi tetap harus mengenakan seragamnya ketika ia akan bekerja sebagai seorang polisi. Jika ia mengenakan seragamnya, maka orang lain akan menghormatinya. Melalui ilustrasi ini kita dapat melihat perbedaan antara minum dan mengenakan. Minum adalah yang batini, sedangkan mengenakan adalah hal yang luaran. Kedua-duanya diperlukan bagi kehidupan dan pelayanan kita.
Pemenuhan di Luar dari Roh yang Dicurahkan
Kisah Para Rasul 2:4
Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya
Ayat Bacaan: Kis. 2:2-4; Kis. 13:52; Yoh. 14:17; Rm. 8:11; Kis. 1:8; 2:17
Kisah Para Rasul 2:3-4 mengatakan, “Dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti lidah api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Lalu mereka semua dipenuhi dengan Roh Kudus, dan mulai berbicara dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk dikatakan.” Kata Yunani untuk “dipenuhi” dalam ayat 4 ini adalah pletho (digunakan juga dalam 4:8, 31; 9:17; 13:9; dan Luk. 1:15, 41, 67), mengacu kepada memenuhi secara luaran. Menurut penggunaannya dalam kitab ini, pleroo mengacu kepada memenuhi bejana secara batin, seperti angin memenuhi rumah di dalam (ay. 2); dan pletho mengacu kepada memenuhi orang secara luaran, seperti Roh itu memenuhi murid-murid secara luaran dalam ayat ini. Roh yang memenuhi di dalam adalah Roh esensial untuk kehidupan kristiani mereka, (Yoh. 14:17; Rm. 8:11), sedangkan Roh yang memenuhi di luar adalah Roh ekonomikal, ada di atas diri mereka untuk pelayanan kristiani mereka (Kis. 1:8; 2:17).
Sebenarnya, jika dari sebermula mereka yang diselamatkan mau melepaskan segala sesuatu bagi Tuhan untuk dipakai oleh Dia, maka tiap-tiap orang yang diselamatkan itu akan berada di dalam suatu kedudukan untuk menerima kedua aspek dari pemenuhan Roh Kudus secara bersamaan, seperti yang terjadi di dalam rumah Kornelius. Sangat disayangkan bahwa hari ini terlalu sedikit orang yang mau dipakai oleh Tuhan setelah diselamatkan. Sebagian besar orang puas hanya dengan memiliki hayat kekal dan tidak binasa. Mereka benar-benar tidak mempedulikan pekerjaan Allah dan rencana Allah; mereka tidak ingin memiliki kuasa untuk bekerja bagi Allah ataupun menggenapkan rencana Allah. Karena manusia tidak mau dipakai oleh Allah, hanya sedikit orang yang mendapatkan pemenuhan Roh Kudus yang di luar. hal tersebut menyebabkan pengalaman ini menjadi misterius dan aneh. Kenyataannya, aspek yang di luar dari Roh Kudus tidak berarti lebih berharga atau lebih sulit untuk diperoleh daripada Roh Kudus yang di dalam, satu-satunya syarat adalah kita mau dipakai oleh Allah. Kita perlu berdoa, “Tuhan, aku mau dipakai oleh diri-Mu. Penuhilah aku dengan Roh Kudus untuk kehidupanku dan pelayananku.”
Baptisan Roh Kudus: Fakta yang Telah Digenapkan
1 Korintus 12:13a
Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh...
Ayat Bacaan: 1 Kor. 12:13
Baptisan Roh Kudus sudah rampung, seperti tercatat dalam 1 Korintus 12:13, “Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh.” Perhatikanlah bahwa kata kerja yang dipakai dalam ayat ini berbentuk kala lampau. Baptisan Roh Kudus yang dialami seluruh Tubuh Kristus adalah sesuatu yang telah rampung dan masih tetap ada. Baptisan ini bukan untuk dirampungkan di masa yang akan datang atau bahkan pada masa kini, tetapi telah rampung dan masih tetap ada. Prinsip yang berlaku pada penyaliban Tuhan Yesus juga berlaku dalam baptisan Roh Kudus. Jika kita percaya kepada-Nya, kita tidak perlu minta Dia mati lagi untuk kita, karena kematian penebusan-Nya telah rampung. Demikian pula dengan baptisan Roh Kudus. Baptisan ini telah rampung sepenuhnya pada Tubuh dan sekarang ada pada Tubuh, siap untuk kita terima. Kita tidak perlu mohon Tuhan melakukan sesuatu sekali lagi untuk membaptis kita dalam Roh Kudus.
Alkitab dengan jelas memberitahu kita bahwa Kristus mati karena dosa-dosa kita dan bahwa kita telah dibaptis dalam Roh. Alkitab adalah Perjanjian Allah. Kata “perjanjian” sebenarnya berarti “wasiat”. Wasiat atau perjanjian lebih kuat daripada janji. Janji serupa dengan persetujuan atau kontrak. Dalam suatu kontrak, ada sesuatu yang dijanjikan bila sejumlah syarat dipenuhi. Namun, dalam suatu wasiat, semuanya sudah rampung. Alkitab bukan hanya suatu perjanjian yang mengatakan kepada kita bahwa Allah akan melakukan banyak hal untuk kita, tetapi juga merupakan satu wasiat yang memberi tahu kita bahwa Dia sudah melakukan segala sesuatu. Dia sudah menaruh semuanya dalam satu wasiat dan kini menyerahkan wasiat itu kepada kita. Suatu wasiat hanya dapat dilaksanakan jika orang yang memberi wasiat sudah mati. Kristus, Pemberi wasiat itu, bukan hanya sudah mati untuk memberlakukan wasiat itu, tetapi sebagai Kristus yang bangkit, Dia juga melaksanakan wasiat itu. Dia adalah Pemberi, dan sekarang Dia adalah Pelaksana wasiat itu! Segala sesuatu dalam Alkitab sudah rampung; ini adalah suatu wasiat, suatu perjanjian, kita hanya perlu menerimanya.
Berbicara dalam Bahasa-bahasa Lain
Kisah Para Rasul 2:4
Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya
Ayat Bacaan: Kis. 2:4, 6, 8
Kita perlu membaca Kisah Para Rasul 2:4 dengan teliti, dengan memperhatikan tanda bacanya. Perhatikan bahwa ada koma setelah frase “Roh Kudus”. Ayat ini mengatakan, “Lalu mereka semua dipenuhi dengan Roh Kudus, dan mulai berbicara dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk dikatakan.” Koma setelah frase “Roh Kudus” dapat membantu kita untuk melihat apakah “semua” ini menjelaskan “dipenuhi” atau menjelaskan “mulai berbicara.” Di sini ada dua predikat: “dipenuhi” dan “mulai berbicara”. Kita semua perlu membedakan apakah “semua” di sini menjelaskan kedua predikat itu atau hanya predikat yang pertama. Jika menjelaskan kedua predikat itu, maka ayat 4 akan mengatakan bahwa semuanya berbahasa lidah. Tetapi jika hanya menjelaskan predikat yang pertama, maka ayat ini mengatakan bahwa semuanya dipenuhi dengan Roh Kudus, tetapi tidak semuanya berbahasa lidah.
Menurut tata bahasanya, ayat 4 tidak mengatakan bahwa semuanya dipenuhi dengan Roh Kudus dan semuanya mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain. Misalnya, saya berkata, “Semua orang kudus datang ke dalam sidang, dan mereka mulai berdoa.” Apakah ini berarti mereka semua berdoa? Tidak, ini bukan berarti demikian. Demikian pula, ayat 4 tidak mengatakan bahwa semua yang dipenuhi dengan Roh Kudus itu berbahasa lidah.
Istilah Yunani untuk dialek adalah dialektos, istilah ini digunakan dalam ayat 6 dan 8. Dalam Kisah Para Rasul pasal dua, kedua istilah ini dapat dipertukarkan. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa lidah yang dituturkan pastilah suatu dialek, bahasa yang dapat dimengerti, bukan hanya suatu suara atau bunyi yang diucapkan oleh lidah. Tidak ada dialek sesungguhnya yang hanya terdiri atas empat atau lima suku kata. Perihal berbahasa lidah ada di dalam Alkitab, tetapi tidak seperti praktek berbahasa lidah yang dilakukan hari ini. Bahasa lidah dalam Alkitab pastilah suatu bahasa daerah yang dapat dimengerti dan penuh arti. Dalam hal ini, kita seharusnya kembali kepada Firman yang murni, karena hari ini ada pengaruh yang sedemikian, yang menyimpangkan orang-orang yang dengan tulus mencari Allah.
Bahasa Lidah yang Sejati adalah Dialek
Kisah Para Rasul 2:11
Baik orang Yahudi maupun penganut agama Yahudi, orang Kreta dan orang Arab, kita mendengar mereka berkata-kata dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah
Ayat Bacaan: Kis. 2:3-4, 6. 8, 11
Menurut Kisah Para Rasul 2:11, orang-orang itu tercengang-cengang, “Kita mendengar mereka berbicara dalam bahasa kita sendiri tentang perbuatan-perbuatan besar yang dilakukan Allah.” Kata Yunani untuk “lidah-lidah” di sini adalah glossa (Strong No. 1100). Dalam pasal ini glossa dipakai untuk dua hal: organ untuk berbicara (ay. 3) dan dialek-dialek (ay. 4, 11), yang mengacu kepada dialek-dialek dalam ayat 6 dan 8. Bukti ini tidak memberikan dasar bagi orang untuk mengatakan bahwa bahasa lidah hanyalah suara atau bunyi yang diucapkan lidah, organ untuk berbicara. Berbahasa lidah pastilah mengucapkan dialek, karena apa yang diucapkan murid-murid dalam bahasa lidah itu semuanya adalah berbagai dialek yang dipakai di negeri asal mereka. Dikatakan dari aspek ini, bahasa lidah dan dialek adalah sinonim, yang digunakan secara bergantian dalam ayat-ayat ini.
Orang-orang yang mempromosikan bahasa lidah mungkin bersikeras bahwa bahasa lidah itu tidak perlu menjadi satu bahasa manusia yang dapat dimengerti. Mereka mungkin menyatakan bahwa berbahasa lidah itu tidak lain mengucapkan beberapa jenis suara. Orang-orang yang mempromosikan bahasa lidah perlu mengatakan demikian karena yang disebut bahasa lidah hari ini kebanyakan bukanlah dialek-dialek, melainkan suara-suara yang tidak berarti. Tetapi, bahasa lidah yang dikatakan pada hari Pentakosta adalah suatu mujizat yang dibuat oleh Roh Kudus. Karena itu, orang-orang Galilea yang berbahasa lidah pada hari Pentakosta tidak berbicara dengan bahasa Galilea. “Setiap orang mendengar mereka berbicara dalam dialeknya sendiri.”
Orang-orang yang mengaku berbahasa lidah harus mempertimbangkan pengalaman mereka. Jika mereka jujur, maka banyak yang akan mengakui bahwa ketika mereka berbahasa lidah, mereka tidak mengatakan suatu dialek. Tetapi seperti yang telah kita tunjukkan dari Kisah Para Rasul 2, apa yang dikatakan oleh orang-orang yang dipenuhi dengan Roh Kudus pada hari Pentakosta itu adalah satu dialek yang dapat dipahami. Karena itu, bahasa lidah yang sejati itu bukan hanya satu suara atau bunyi saja. Bahasa lidah yang sejati adalah satu dialek.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar