Kamis, 02 Desember 2010

Pahatlah Kitab Suci Agama Anda!!

Saya puji jika anda merasa marah membaca judul tulisan ini.
Karena itu bagian dari rasa cinta dan cemburu anda terhadap
sesuatu yang anda yakini. Tapi tentu sangat tidak terpuji jika anda
langsung mengamuk dan kesetanan di halaman ini. Sebab …
Setahu saya, dari buku sejarah …
Kitab suci lahir sekian abad silam. Di abad yang maha jadul. Dan
setiap kitab suci mewartakan bahwa isinya adalah kebenaran
universal yang cocok untuk semua umat manusia, untuk seisi
alam, dan untuk sepanjang zaman. Kecuali kitab suci buatan saya.
Tapi pertanyaannya adalah…
Kenapa anda saling bertengkar?
Tidak hanya di medan tempur umum, tetapi juga di kandang
sendiri,
Di bawah satu atap kitab suci?
Siapa yang salah?
Siapa yang tidak beres?
Anda sebagai pemeluknya atau kitab sucinya?
Atau agama anda?
Maka dari sini kita mulai ..
Ketika agama berbenturan dengan sesama manusia, dengan
segala dinamika kehidupan, maka menurut saya ada 3 pilihan:
Oya, sebelumnya tanpa permisi saya akan membajak imaginasi
anda terlebih dahulu agak satu paragraf …..
Jika anda diberi topi oleh papa mama anda sewaktu kecil, lalu
ketika kepala anda tumbuh semakin membesar, apa yang akan
anda lakukan? Meraut kepala anda atau mempermak topinya?
Mari kita merenung sejenak
-----------------------------
-----------------------------
-----------------------------
-----------------------------
Perenungan selesai
Nah, sekarang kita kembali
Ketika agama berbenturan dengan sesama manusia, dengan
segala dinamika kehidupan, maka menurut saya ada 3 pilihan:
Pertama:
Anda tetap ngotot memaksa segala dinamika kenyataan hidup
dengan segala pernak perniknya agar sesuai dengan kitab suci. Jika
ada yang melawan, anda bakar. Tembak dan bunuh. Seperti yang
dialami oleh Galileo.
Itu artinya apa? Anda ingin menahan gerak alam semesta untuk
mundur ke zaman lampau. Padahal anda yakin bahwa alam
semesta dengan sunnatullah (hukum sebab akibat) itu juga
diciptakan oleh Tuhan. Sebuah kodrat yang tidak bisa dibantah,
walau kering kerongkongan anda berteriak memohon pada Tuhan
atas nama iman lalu ingin menyetop matahari untuk bersinar
misalnya. Paling tinggi Tuhan akan menjawab: “Ah .. sampeyan
tidak tau diri! Bisa-bisa aja do’anya…” Karena matahari dibutuhkan
tidak hanya oleh anda, tapi juga oleh milyaran manusia lain di
muka bumi. Bahkan juga oleh jutaan mata rantai benda-benda
angkasa yang menjadi syarat untuk membangun harmoni alam
semesta. Apakah do’a anda tidak keterlaluan?
Kedua:
Jika memang dinamika alam, dan segala unsur budaya kehidupan
tidak bisa ditolak, maka kitab sucilah yang harus anda rubah.
Beberapa ayat yang tidak lagi relevan dengan zaman terpaksa
anda tinggalkan. Tidak perlu diapus. Tapi tidak mungkin diteriak-
teriakkan lagi.
Anda merasa berdosa? Saya maklum.
“ Masak kitab suci yang merupakan wahyu (firman) dari Tuhan
dirubah.
Gila sampeyan Anda!”
Jika ini sikap yang anda pilih maka anda harus siap tanggung
resiko. Sejarah agama anda adalah sejarah perang. Perang
melawan manusia lain yang tidak sepaham. Perang melawan
kebudayaan kolektif seluruh umat manusia. Perang melawan
dinamika ilmu pengetahuan. Perang melawan dinamika hukum
alam. Dan maaf, itu artinya perang melawan kodrat yang
diciptakan Tuhan.
“Ops! Anda sok tahu Bung! Kitab suci kami sudah berkali-
kali dibuktikan oleh sains bahwa ayat demi ayatnya benar”.
Oya? Mencari pembenaran maksudnya?
Jangan lupa, sains itu selalu berkembang. Bukan karena sengaja
sok dikembang-kembangkan. Tapi karena memang misteri gejala
alam tidak bisa terungkap dengan kebut semalam. Ada proses
estafet sepanjang sejarah ilmu pengetahuan. Karena apa? Karena
alam bersifat relatif. Terus bergerak berubah dan berkembang.
Hanya Tuhan yang Maha Mutlak tidak dikenai perubahan.
Nah bagaimana jika penemuan sains hari ini yang terlihat relevan
dengan ayat Kitab Suci, tapi esok hari ditemukan lagi sains baru
yang berbeda? Tentu anda harus mencari hal-hal lain lagi untuk
membuktikan kecocokannya dengan segala gejala alam yang
temporal ini. Maka terjadilah perburuan tarik ulur sepanjang masa.
Dan … ujung-ujungnya anda akan lelah sendiri.
Apa artinya ini? Pindah ke paragraf berikut.
Ketiga:
Pahatlah kitab suci anda!
Karena setahu saya kitab suci bukanlah sebuah patung apalagi
monumen raksasa seperti patung Liberty. Tapi adalah firman
Tuhan yang hidup. Firman Tuhan bukan kumpulan ayat atau teks-
teks yang pucat dan basi. Tapi ia adalah spirit, roh dan jantung
kehidupan itu sendiri. Lalu apa artinya tulisan yang tertulis dalam
kitab suci? Itu baru untuk dibaca dan dihafal. Dan firmannya?
Pahatlah huruf demi hurufnya sehingga baru memancar makna
tersurat di balik-balik tulisan harfiah dari ayat-ayat tersebut.
Bila diceritakan Nabi Musa membelah laut dengan sebuah tongkat
kecil di laut merah, maka janganlah coba-coba menyelam ke dasar
laut tersebut untuk mencari-cari kalau bisa ditemukan tongkat Nabi
Musa terbenam di dasar laut tersebut, untuk djadikan bukti bahwa
kisah itu benar dan kitab suci anda memang benar. Tapi
pahamilah hikmah dibalik kisah Nabi Musa. Bahwa yang benar
akhirnya tetap akan tegak dan menang, walaupun harus meminta
sebuah pengorbanan yang tidak kecil dan seakan-akan tidak
tampak titik terang. Tapi kisah Nabi Musa adalah contoh
bagaimana pertolongan itu akhirnya datang juga disaat ia sudah
terdesak diserbu oleh pasukan Firaun.
Apa artinya? Jika anda terlalu bersikeras mencari-cari dan
mengumpulkan bukti ke sana kemari bahwa kitab suci anda
benar, itu secara tersirat menggambarkan bahwa anda sangat
takut ketahuan bahwa kita suci anda tidak benar. Dan itu artinya,
…. Secara tidak langsung anda sudah merendahkan kitab suci
anda sendiri. Padahal ia adalah firman Tuhan yang relevan
sepanjang masa.
Jadi apanya yang relevan?
Apalagi kalau bukan hakikat dari firman itu sendiri. Spirit di balik
semua kisah dan teks-teks harfiah dari ayat demi ayat.
Lalu siapa yang berhak untuk menafsirkannya?
Dan apa pula ukurannya?
Saya tidak berhak untuk menjawab pertanyaan ini.
Karena saya adalah orang yang sesat,
dan tidak termasuk dalam daftar orang yang beriman.
Terima kasih!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar