Siapa yang tidak kenal dengan merk dagang Aqua? Sangking terkenalnya, nama Aqua kini telah menjadi semacam nama generik dari produk Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) serupa di Indonesia. Coba perhatikan sekitar kita, berapa banyak orang yang kita temui menyebut nama Aqua saat mereka hendak membeli AMDK di warung atau toko? Dan perhatikan juga, jarang sekali ada pembeli yang protes saat mereka diberi VIT, RON 88 atau ADES oleh si penjual walaupun sebelumnya mereka meminta “Beli Aqua satu..”
Hal itu mungkin sekali terjadi karena Aqua adalah pelopor bisnis AMDK dan menjadi produsen AMDK terbesar di Indonesia. Bahkan pangsa pasarnya sendiri saat ini sudah meliputi Singapura, Malaysia, Fiji, Australia, Timur Tengah dan Afrika. Di Indonesia sendiri mereka menguasai 80 persen penjualan AMDK dalam kemasan galon. Sedangkan untuk keseluruhan market share AMDK di Indonesia, Aqua menguasai 50% pasar. Saat ini Aqua memiliki 14 pabrik yang tersebar di Jawa dan Sumatra.
Produsen AMDK Aqua, PT. Golden Mississippi (kemudian bernama PT Aqua Golden Mississippi) yang bernaung di bawah PT. Tirta Investama (selanjutnya, dalam tulisan ini akan disebut sebagai Aqua saja, untuk mewakili korporasi produsen AMDK tersebut), didirikan pada 23 Februari 1973 oleh Tirto Utomo (1930-1994). Pabrik pertamanya didirikan di Bekasi. Sejak saat itu, orang Indonesia mulai mengubah salah satu kebiasaannya secara mendasar dengan membiasakan diri mengkonsumsi AMDK, membeli air.
Danone, sebuah korporasi multinasional asal Perancis, berambisi untuk memimpin pasar global lewat tiga bisnis intinya, yaitu: dairy products, AMDK dan biskuit. Untuk dairy products, kini Danone menempati posisi nomor satu di dunia dengan penguasaan pasar sebesar 15%. Adapun untuk produk AMDK, Danone juga mengklaim telah menempati peringkat pertama dunia lewat merek Evian, Volvic, dan Badoit. Untuk bisa mempertahankan diri sebagai produsen AMDK nomor satu dunia, Danone tentu saja harus berjuang keras menahan gempuran Coca-Cola dan Nestle.
Untuk menambah kekuatannya, Danone mulai memasuki pasar Asia, dan mengambil alih dua perusahaan AMDK di Cina. Menyadari kekuatan kecil Aqua yang belum terjamah oleh Coca-cola atau korporasi lainnya, Danone buru-buru mendekati Aqua. Akhirnya, pada tanggal 4 September 1998, Aqua secara resmi mengumumkan “penyatuan” kedua perusahaan tersebut dan bertepatan dengan pergantian milenium, pada tahun 2000 Aqua meluncurkan produk berlabel Danone-Aqua. Pada tahun 2001, Danone meningkatkan kepemilikan saham di PT. Tirta Investama dari 40% menjadi 74%, sehingga Danone kemudian menjadi pemegang saham mayoritas Grup Aqua.
lebih lengkapnya http://arema-arshavin.blogspot.com/2...inum-aqua.html
Tapi, pertanyaannya adalah, datang dari manakah air bersih yang dijual oleh Aqua sehingga sekarang manusia perlu membayar hanya untuk mendapatkan air bersih?
Kisah dari Sekitar Sumber Mata Air
Salah satu dari sekian banyak mata air yang dieksploitasi dan disedot habis-habisan oleh Aqua hingga hari ini adalah mata air Kubang yang terletak di kampung Kubang Jaya, desa Babakan Pari yang berada di kaki gunung Salak, Sukabumi bagian utara.
Sumber mata air di Kubang mulai dieksploitasi oleh Aqua sejak sekitar tahun 1992-an. Kawasan mata air Kubang yang sebelumnya merupakan kawasan pertanian, kemudian oleh Aqua diubah menjadi kawasan seperti hutan yang tidak boleh digarap oleh warga setempat. Sekeliling kawasan mata air Kubang dipagari tembok oleh Aqua dan dijaga ketat oleh petugas keamanan sewaan selama 24 jam penuh setiap harinya. Tidak ada seorang pun yang boleh memasuki kawasan tersebut tanpa surat ijin yang ditandatangani langsung oleh pimpinan kantor pusat Aqua Grup di Jakarta.
Pada awalnya air yang dieksploitasi oleh Aqua adalah air permukaan, yaitu air yang keluar secara langsung dari mata air tanpa dibor. Namun pada tahun 1994, Aqua mulai mengeksploitasi air bawah tanah dengan cara menggali jalur air dengan mesin bor bertekanan tinggi.
Sejak air di mata air Kubang disedot secara besar-besaran oleh Aqua, banyak perubahan yang dirasakan oleh warga sekitar. Yang paling terasa adalah menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya air di desa, dan ini berdampak buruk pada kehidupan warga desa itu sendiri. Penurunan daya dukung air ini tampak dari mulai munculnya masalah-masalah terkait dengan pemanfaatan sumber daya air di tingkat komunitas sejak sumber mata air Kubang dikuasai oleh Aqua. Salah satu masalahnya adalah kurangnya ketersediaan air bersih untuk konsumsi rumah tangga sehari-hari termasuk air untuk minum, memasak, mencuci, mandi dan lain-lain. Masalah ini dapat dilihat dari keadaan-keadaan sumur-sumur milik warga yang menjadi sumber pemenuhan akan kebutuhan air bersih sehari-hari. Sekarang, tinggi muka air sumur milik kebanyakan warga maksimal hanya tinggal sejengkal saja atau sekitar 15 cm. Bahkan beberapa sumur sudah menjadi kering samasekali. Padahal sebelum Aqua menguasai air di sana, tinggi muka air sumur biasanya mencapai 1-2 meter. Dulu, hanya dengan menggali sumur sedalam 8-10 meter saja, kebutuhan air bersih untuk sehari-hari sudah sangat terpenuhi. Sekarang, warga perlu menggali sampai lebih dari 15-17 meter untuk mendapatkan air bersih. Dulu, warga tidak memerlukan mesin pompa untuk menyedot air untuk keluar dari tanah, sekarang dalam sekali sedot menggunakan mesin pompa, air hanya mampu mencukupi 1 bak air saja dan setelah itu sumurnya langsung kering. Bahkan pada beberapa kampung, apabila dalam sebulan saja hujan tidak turun, sumur menjadi kering sama sekali. Padahal dulu, saat musim kemarau memasuki bulan ke-6 pun tidak membuat air sumur menjadi kering.
Masalah lainnya lagi adalah, kurangnya ketersediaan air untuk kebutuhan irigasi pertanian. Masalah ini dialami oleh para petani dari hampir semua kampung di kawasan desa Babakan pari. Saat ini para petani di beberapa kampung tersebut saling berebut air karena ketersediaan air yang sangat kurang. Bahkan beberapa sawah tidak kebagian air dan mengandalkan air dari air hujan saja. Akibatnya, banyak sawah kekeringan pada musim kemarau dan tentu saja hal ini menimbulkan masalah perekonomian yang cukup serius bagi para petani.
Hal serupa juga terjadi di Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Aqua mengeksploitasi air secara besar-besaran dari tengah sumber mata air di Kabupaten Klaten sejak 2002. Sama dengan apa yang terjadi di desa Babakan Pari, mayoritas penduduk di daerah tersebut juga menopang kehidupannya dari pertanian. Karena debit air menurun sangat drastis sejak Aqua beroperasi di sana, sekarang para petani terpaksa harus menyewa pompa untuk memenuhi kebutuhan irigasi sawahnya. Untuk kebutuhan sehari-hari, penduduk harus membeli air dari tangki air dengan harga mahal karena sumur-sumur mereka sudah mulai kering akibat “pompanisasi” besar-besaran yang dilakukan oleh Aqua. Hal ini sangat ironis mengingat Kabupaten Klaten merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya air. Di satu Kabupaten ini saja sudah terdapat 150-an mata air.
Aqua memiliki izin untuk mengambil air sebanyak 18 liter per detik melalui sumur bor di dekat mata air Sigedang, yang juga merupakan air sumber irigasi untuk lahan pertanian di lima kecamatan. Ironisnya, saat kurangnya air irigasi ini memicu konflik di antara petani itu sendiri dalam soal perebutan sumber air yang semakin mengering demi sawah-sawah mereka, Aqua malah mengajukan permintaan menaikkan debit dari 18 liter menjadi 60 liter per detik. Salah satu hal yang juga menjelaskan mengapa ide swasembada pangan semakin menjadi angan-angan belaka.
Hingga saat ini Grup Aqua memiliki 10 sumber mata air di: (1) Berastagi, Sumut, (2) Lampung (Jabung dan Umbul Cancau), (3) Mekarsari, Sukabumi (Kubang), (4) Subang (Cipondoh), (5) Wonosobo (Mangli), (6) Klaten (Sigedang), (7) Pandaan, Jatim, (8) Kebon Candi, Jatim, (9) Mambal, Bali dan (10) Menado (Airmadidi)(OHH TIDAKKK! MANADOKU! ).
Salah satu dari sekian banyak mata air yang dieksploitasi dan disedot habis-habisan oleh Aqua hingga hari ini adalah mata air Kubang yang terletak di kampung Kubang Jaya, desa Babakan Pari yang berada di kaki gunung Salak, Sukabumi bagian utara.
Sumber mata air di Kubang mulai dieksploitasi oleh Aqua sejak sekitar tahun 1992-an. Kawasan mata air Kubang yang sebelumnya merupakan kawasan pertanian, kemudian oleh Aqua diubah menjadi kawasan seperti hutan yang tidak boleh digarap oleh warga setempat. Sekeliling kawasan mata air Kubang dipagari tembok oleh Aqua dan dijaga ketat oleh petugas keamanan sewaan selama 24 jam penuh setiap harinya. Tidak ada seorang pun yang boleh memasuki kawasan tersebut tanpa surat ijin yang ditandatangani langsung oleh pimpinan kantor pusat Aqua Grup di Jakarta.
Pada awalnya air yang dieksploitasi oleh Aqua adalah air permukaan, yaitu air yang keluar secara langsung dari mata air tanpa dibor. Namun pada tahun 1994, Aqua mulai mengeksploitasi air bawah tanah dengan cara menggali jalur air dengan mesin bor bertekanan tinggi.
Sejak air di mata air Kubang disedot secara besar-besaran oleh Aqua, banyak perubahan yang dirasakan oleh warga sekitar. Yang paling terasa adalah menurunnya kualitas dan kuantitas sumber daya air di desa, dan ini berdampak buruk pada kehidupan warga desa itu sendiri. Penurunan daya dukung air ini tampak dari mulai munculnya masalah-masalah terkait dengan pemanfaatan sumber daya air di tingkat komunitas sejak sumber mata air Kubang dikuasai oleh Aqua. Salah satu masalahnya adalah kurangnya ketersediaan air bersih untuk konsumsi rumah tangga sehari-hari termasuk air untuk minum, memasak, mencuci, mandi dan lain-lain. Masalah ini dapat dilihat dari keadaan-keadaan sumur-sumur milik warga yang menjadi sumber pemenuhan akan kebutuhan air bersih sehari-hari. Sekarang, tinggi muka air sumur milik kebanyakan warga maksimal hanya tinggal sejengkal saja atau sekitar 15 cm. Bahkan beberapa sumur sudah menjadi kering samasekali. Padahal sebelum Aqua menguasai air di sana, tinggi muka air sumur biasanya mencapai 1-2 meter. Dulu, hanya dengan menggali sumur sedalam 8-10 meter saja, kebutuhan air bersih untuk sehari-hari sudah sangat terpenuhi. Sekarang, warga perlu menggali sampai lebih dari 15-17 meter untuk mendapatkan air bersih. Dulu, warga tidak memerlukan mesin pompa untuk menyedot air untuk keluar dari tanah, sekarang dalam sekali sedot menggunakan mesin pompa, air hanya mampu mencukupi 1 bak air saja dan setelah itu sumurnya langsung kering. Bahkan pada beberapa kampung, apabila dalam sebulan saja hujan tidak turun, sumur menjadi kering sama sekali. Padahal dulu, saat musim kemarau memasuki bulan ke-6 pun tidak membuat air sumur menjadi kering.
Masalah lainnya lagi adalah, kurangnya ketersediaan air untuk kebutuhan irigasi pertanian. Masalah ini dialami oleh para petani dari hampir semua kampung di kawasan desa Babakan pari. Saat ini para petani di beberapa kampung tersebut saling berebut air karena ketersediaan air yang sangat kurang. Bahkan beberapa sawah tidak kebagian air dan mengandalkan air dari air hujan saja. Akibatnya, banyak sawah kekeringan pada musim kemarau dan tentu saja hal ini menimbulkan masalah perekonomian yang cukup serius bagi para petani.
Hal serupa juga terjadi di Polanharjo, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Aqua mengeksploitasi air secara besar-besaran dari tengah sumber mata air di Kabupaten Klaten sejak 2002. Sama dengan apa yang terjadi di desa Babakan Pari, mayoritas penduduk di daerah tersebut juga menopang kehidupannya dari pertanian. Karena debit air menurun sangat drastis sejak Aqua beroperasi di sana, sekarang para petani terpaksa harus menyewa pompa untuk memenuhi kebutuhan irigasi sawahnya. Untuk kebutuhan sehari-hari, penduduk harus membeli air dari tangki air dengan harga mahal karena sumur-sumur mereka sudah mulai kering akibat “pompanisasi” besar-besaran yang dilakukan oleh Aqua. Hal ini sangat ironis mengingat Kabupaten Klaten merupakan wilayah yang kaya akan sumber daya air. Di satu Kabupaten ini saja sudah terdapat 150-an mata air.
Aqua memiliki izin untuk mengambil air sebanyak 18 liter per detik melalui sumur bor di dekat mata air Sigedang, yang juga merupakan air sumber irigasi untuk lahan pertanian di lima kecamatan. Ironisnya, saat kurangnya air irigasi ini memicu konflik di antara petani itu sendiri dalam soal perebutan sumber air yang semakin mengering demi sawah-sawah mereka, Aqua malah mengajukan permintaan menaikkan debit dari 18 liter menjadi 60 liter per detik. Salah satu hal yang juga menjelaskan mengapa ide swasembada pangan semakin menjadi angan-angan belaka.
Hingga saat ini Grup Aqua memiliki 10 sumber mata air di: (1) Berastagi, Sumut, (2) Lampung (Jabung dan Umbul Cancau), (3) Mekarsari, Sukabumi (Kubang), (4) Subang (Cipondoh), (5) Wonosobo (Mangli), (6) Klaten (Sigedang), (7) Pandaan, Jatim, (8) Kebon Candi, Jatim, (9) Mambal, Bali dan (10) Menado (Airmadidi)(OHH TIDAKKK! MANADOKU! ).
Hari ini, selain Aqua, terdapat 246 perusahaan AMDK yang beroperasi di Indonesia. Produksi AMDK amat boros air. Menurut catatan ASPADIN (Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Indonesia), perusahaan AMDK di seluruh Indonesia setiap tahun membutuhkan sekitar 11,5 miliar liter air bersih, namun yang pada akhirnya menjadi produk AMDK hanya sebanyak 7,5 miliar liter per tahun. Sisanya, 4 miliar liter air bersih, terbuang percuma untuk proses pencucian dan pemurnian air.
Kejahatan yang Terlupakan di Balik Legalitas
Seperti sayur-sayuran, air yang merupakan sebuah produk alam, keluar dari muka bumi secara gratis dan tentu saja bukanlah “milik” siapapun. Sama seperti oksigen, seharusnya siapapun dapat mengakses air bersih. Apa yang terjadi di desa Babakan Pari dan Kabupaten Klaten tadi adalah contoh kecil bagaimana korporasi menguasai apa yang sudah seharusnya dapat diakses oleh semua orang, dan lalu menjualnya kembali kepada semua orang. Air bersih yang keluar dari muka bumi diklaim sebagai “milik” sebagian individu saja melalui jalur legal, disedot, disuling, dan dikemas oleh korporasi lalu ditenteng, dijajakan, diperiklankan, dan dijualbelikan kepada semua orang—karena semua orang membutuhkan air bersih.
Menurut penelitian, ketersediaan air tawar saat ini kurang dari 1,5% dari seluruh air di muka bumi. Saban dua dasawarsa, kebutuhan umat manusia akan air tawar meningkat dua kali lipat. Angka itu dua kali lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk. Apabila kecenderungan ini berlangsung terus, pada tahun 2025 permintaan akan air tawar diduga meningkat sebesar 56% melebihi yang tersedia saat ini. Kita dapat bayangkan sendiri apa yang akan terjadi apabila masa tersebut tiba sementara air bersih dikuasai oleh beberapa individu saja melalui korporasi-korporasinya.
Bagi sebagian orang, apa yang dilakukan oleh produsen AMDK seperti Aqua adalah sebuah bentuk “kejahatan legal”. Legal, karena hukum dan masyarakat mengakui bahwa Aqua “berhak” atas air yang keluar dari muka bumi secara gratis untuk menjadi “milik” mereka, karena mereka lalu memproduksinya secara “legal” serta menperjualbelikannya, dan semua itu dilakukan di bawah lindungan hukum. Artinya tidak melanggar hukum. Tentu saja.
Namun, legalitas dan hukum adalah sesuatu yang diciptakan oleh manusia, dan selalu ada kepentingan tertentu di balik apapun yang diciptakan manusia. Hukum memang diciptakan untuk melindungi kepentingan mereka yang mampu menciptakannya.
Dalam kebijakan neo-liberalisme, pengambilalihan sumber daya air ini adalah hasil diterapkannya praktek privatisasi. Gagasan privatisasi terhadap sumber daya air ini diajukan terutama oleh Bank Dunia dan IMF, tentu saja dengan dukungan korporasi-korporasi multinasional di baliknya. Privatisasi sumber daya air di banyak negara dilakukan untuk memenuhi persyaratan IMF dan Bank Dunia ketika memberikan pinjaman kepada negara tersebut (lihat artikel mengenai IMF di jurnal ini).
Saat ini “hanya” air, tanah, api, dan udara yang bersih, suatu ketika mungkin akan sampai satu masa di mana bahkan sinar mataharipun menjadi barang dagangan dan tak tersisa sedikitpun hasil dari bumi ini yang bisa kita rasakan manfaatnya tanpa mengeluarkan uang. Masalahnya, tidak semua orang memiliki uang yang cukup, bahkan untuk sekedar memenuhi kebutuhan bertahan hidup. Dan ini semua tampak tidak seperti sebuah kejahatan, karena hukum melindungi dan melegalisir semua hal tersebut.
Sumber: www.apokalips.org
Kejahatan yang Terlupakan di Balik Legalitas
Seperti sayur-sayuran, air yang merupakan sebuah produk alam, keluar dari muka bumi secara gratis dan tentu saja bukanlah “milik” siapapun. Sama seperti oksigen, seharusnya siapapun dapat mengakses air bersih. Apa yang terjadi di desa Babakan Pari dan Kabupaten Klaten tadi adalah contoh kecil bagaimana korporasi menguasai apa yang sudah seharusnya dapat diakses oleh semua orang, dan lalu menjualnya kembali kepada semua orang. Air bersih yang keluar dari muka bumi diklaim sebagai “milik” sebagian individu saja melalui jalur legal, disedot, disuling, dan dikemas oleh korporasi lalu ditenteng, dijajakan, diperiklankan, dan dijualbelikan kepada semua orang—karena semua orang membutuhkan air bersih.
Menurut penelitian, ketersediaan air tawar saat ini kurang dari 1,5% dari seluruh air di muka bumi. Saban dua dasawarsa, kebutuhan umat manusia akan air tawar meningkat dua kali lipat. Angka itu dua kali lebih besar daripada tingkat pertumbuhan penduduk. Apabila kecenderungan ini berlangsung terus, pada tahun 2025 permintaan akan air tawar diduga meningkat sebesar 56% melebihi yang tersedia saat ini. Kita dapat bayangkan sendiri apa yang akan terjadi apabila masa tersebut tiba sementara air bersih dikuasai oleh beberapa individu saja melalui korporasi-korporasinya.
Bagi sebagian orang, apa yang dilakukan oleh produsen AMDK seperti Aqua adalah sebuah bentuk “kejahatan legal”. Legal, karena hukum dan masyarakat mengakui bahwa Aqua “berhak” atas air yang keluar dari muka bumi secara gratis untuk menjadi “milik” mereka, karena mereka lalu memproduksinya secara “legal” serta menperjualbelikannya, dan semua itu dilakukan di bawah lindungan hukum. Artinya tidak melanggar hukum. Tentu saja.
Namun, legalitas dan hukum adalah sesuatu yang diciptakan oleh manusia, dan selalu ada kepentingan tertentu di balik apapun yang diciptakan manusia. Hukum memang diciptakan untuk melindungi kepentingan mereka yang mampu menciptakannya.
Dalam kebijakan neo-liberalisme, pengambilalihan sumber daya air ini adalah hasil diterapkannya praktek privatisasi. Gagasan privatisasi terhadap sumber daya air ini diajukan terutama oleh Bank Dunia dan IMF, tentu saja dengan dukungan korporasi-korporasi multinasional di baliknya. Privatisasi sumber daya air di banyak negara dilakukan untuk memenuhi persyaratan IMF dan Bank Dunia ketika memberikan pinjaman kepada negara tersebut (lihat artikel mengenai IMF di jurnal ini).
Saat ini “hanya” air, tanah, api, dan udara yang bersih, suatu ketika mungkin akan sampai satu masa di mana bahkan sinar mataharipun menjadi barang dagangan dan tak tersisa sedikitpun hasil dari bumi ini yang bisa kita rasakan manfaatnya tanpa mengeluarkan uang. Masalahnya, tidak semua orang memiliki uang yang cukup, bahkan untuk sekedar memenuhi kebutuhan bertahan hidup. Dan ini semua tampak tidak seperti sebuah kejahatan, karena hukum melindungi dan melegalisir semua hal tersebut.
Sumber: www.apokalips.org
BERSIHKAH AQUA DAN AMDK LAINNYA?
sumber: http://airsehat.blogspot.com/2007/09...out-water.html
Foto-foto dibawah ini didapat dari email di milist tetangga, alat yang dipakai untuk tes adalah TDS meter dan Elektrolisis. Anda pun juga bisa beli alat-alat ini dengan harga yang bervariasi, TDS meter sekitar 250 ribuan dan Elektrolisis sekitar 200 ribuan, jadi bisa bikin tes sendiri di rumah, buktikan dan lihat sendiri hasilnya.
Hasil tes air dibawah sangat obyektif, tidak unsur rekayasa atau penipuan, alat tes tidak bisa ditipu. Anda pun bisa lakukan tes sendiri (kalo punya alatnya).
Foto 1
Foto 2
Alat TDS meter (digital) dan Elektrolisis untuk melihat dan mendeteksi bahan pencemar dalam air
Foto 3
Dengan alat elektrolisis maka kita bisa melihat wujud asli dari air yang tercemar yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang
Foto 4
Foto 5
Foto 6
Foto 7
Foto 8
Foto 9
Foto 10
Foto 11
Foto 12
Foto 13
Air dengan penyaringan reverse osmosis (RO) menghasilkan air dengan TDS yang lebih rendah dan lebih bersih (bahan pencemar yang lebih sedikit)
Keterangan warna endapan yang muncul setelah menggunakan alat elektrolisisn
HIJAU, bahan pencemar:kuprum teroksida, klorin. Pengaruh terhadap kesehatan: Penyakit Ginjal, sistem saraf pusat, bahan karsinogenik.
HITAM, bahan pencemar: Raksa, Plumbum, Logam Berat, Kalsium, Magnesium teroksida, Seng. Pengaruh terhadap kesehatan: Penyakit Ginjal, Sistim syaraf pusat, merusak sel darah merah, Batu Ginjal, Hati, sistem saraf.
Putih/Abu-abu, bahan pencemar: Aluminium, Arsenik, Mucilage/Getah, Asbestos
Pengaruh terhadap kesehatan: Hati, sistem saraf, bahan karsinogen, Bahan Karsinogen, Bakteri, Virus, Alga, Bahan Karsinogen
BIRU, bahan pencemar: Alumina sulfat, Organik fosfat, Pestisida
Pengaruh terhadap kesehatan: Sistem saraf, hati, Ginjal
ORANYE, bahan pencemar: Besi teroksida
Pengaruh terhadap kesehatan: Gangguan pada pembuangan air seni, ketidak-seimbangan metabolisme
Kesimpulan dari hasil tes air diatas:
1. Kondisi air tanah di Jakarta telah tercemar, dimana bahan pencemarnya beragam.
2. Untuk air isi ulang ternyata sedikit lebih bagus dibanding dengan beberapa merek air dalam kemasan yang beredar di pasaran.
3. Air reverse osmosis (RO) memiliki TDS yang lebih rendah
4. Beberapa merek air dalam kemasan memiliki TDS kurang dari 5 tapi dengan harga yang relatif lebih mahal
Foto-foto dibawah ini didapat dari email di milist tetangga, alat yang dipakai untuk tes adalah TDS meter dan Elektrolisis. Anda pun juga bisa beli alat-alat ini dengan harga yang bervariasi, TDS meter sekitar 250 ribuan dan Elektrolisis sekitar 200 ribuan, jadi bisa bikin tes sendiri di rumah, buktikan dan lihat sendiri hasilnya.
Hasil tes air dibawah sangat obyektif, tidak unsur rekayasa atau penipuan, alat tes tidak bisa ditipu. Anda pun bisa lakukan tes sendiri (kalo punya alatnya).
Foto 1
Foto 2
Alat TDS meter (digital) dan Elektrolisis untuk melihat dan mendeteksi bahan pencemar dalam air
Foto 3
Dengan alat elektrolisis maka kita bisa melihat wujud asli dari air yang tercemar yang tidak bisa dilihat dengan mata telanjang
Foto 4
Foto 5
Foto 6
Foto 7
Foto 8
Foto 9
Foto 10
Foto 11
Foto 12
Foto 13
Air dengan penyaringan reverse osmosis (RO) menghasilkan air dengan TDS yang lebih rendah dan lebih bersih (bahan pencemar yang lebih sedikit)
Keterangan warna endapan yang muncul setelah menggunakan alat elektrolisisn
HIJAU, bahan pencemar:kuprum teroksida, klorin. Pengaruh terhadap kesehatan: Penyakit Ginjal, sistem saraf pusat, bahan karsinogenik.
HITAM, bahan pencemar: Raksa, Plumbum, Logam Berat, Kalsium, Magnesium teroksida, Seng. Pengaruh terhadap kesehatan: Penyakit Ginjal, Sistim syaraf pusat, merusak sel darah merah, Batu Ginjal, Hati, sistem saraf.
Putih/Abu-abu, bahan pencemar: Aluminium, Arsenik, Mucilage/Getah, Asbestos
Pengaruh terhadap kesehatan: Hati, sistem saraf, bahan karsinogen, Bahan Karsinogen, Bakteri, Virus, Alga, Bahan Karsinogen
BIRU, bahan pencemar: Alumina sulfat, Organik fosfat, Pestisida
Pengaruh terhadap kesehatan: Sistem saraf, hati, Ginjal
ORANYE, bahan pencemar: Besi teroksida
Pengaruh terhadap kesehatan: Gangguan pada pembuangan air seni, ketidak-seimbangan metabolisme
Kesimpulan dari hasil tes air diatas:
1. Kondisi air tanah di Jakarta telah tercemar, dimana bahan pencemarnya beragam.
2. Untuk air isi ulang ternyata sedikit lebih bagus dibanding dengan beberapa merek air dalam kemasan yang beredar di pasaran.
3. Air reverse osmosis (RO) memiliki TDS yang lebih rendah
4. Beberapa merek air dalam kemasan memiliki TDS kurang dari 5 tapi dengan harga yang relatif lebih mahal
setelah melihat thread ini, kesimpulan yang dapat diambil:
1. Mungkin sudah saatnya bagi kita untuk memperhatikan masalah ini. Kita perlu menyaring atau memproses sendiri air yang akan kita konsumsi agar benar-benar aman bagi kesehatan.
2. Gunakan air sebaik mungkin. Jangan buang-buang air bersih! Seperti meminum habis air mineral di botol,gelas,gelon, dll. Jangan langsung dibuang.
3. Ingat daerah dan masyarakat sekitar kita yang kekurangan air. Untuk mendapatkan air, mereka harus berkorban, berjalan jauh, bahkan membeli air yang harganya malah sangat mahal. Biarlah kita selalu membantu sesama. Menghemat penggunaan air bersih pun secara tak langsung membantu mereka.
1. Mungkin sudah saatnya bagi kita untuk memperhatikan masalah ini. Kita perlu menyaring atau memproses sendiri air yang akan kita konsumsi agar benar-benar aman bagi kesehatan.
2. Gunakan air sebaik mungkin. Jangan buang-buang air bersih! Seperti meminum habis air mineral di botol,gelas,gelon, dll. Jangan langsung dibuang.
3. Ingat daerah dan masyarakat sekitar kita yang kekurangan air. Untuk mendapatkan air, mereka harus berkorban, berjalan jauh, bahkan membeli air yang harganya malah sangat mahal. Biarlah kita selalu membantu sesama. Menghemat penggunaan air bersih pun secara tak langsung membantu mereka.
keren...
BalasHapussaatnya kita sadar untuk menghemat air
BalasHapussaatnya kita sadar untuk menghemat air
BalasHapusuntuk merek Aqua dan Vit itu sama dari PT. Tirta Investama, R.O. itu baik namun kurang baik jika di konsumsi anak kecil yg butuh proses pertumbuhan
BalasHapusTolong berikan penjelasan tehadap asumsi bapak pada air R.O!
Hapus@mochammad haris ansori knp bisa ?apa kah ada penjelasanx pak??
BalasHapusAMDK sekarang pun sudah sama seperti RO, yakni TDS < 10 ppm, bahkan lebih baik daripada RO, karena RO dengan TDS < 10 ppm akan memiliki pH 4 - 5 sedangkan AMDK Demineral dengan TDS 1 ppm pun memiliki pH 6.
BalasHapusRO juga produk yang rawan marketing nakal memanfaatkan ketakutan.
Menurut saya, menanggapi artikel ini, alangkahbaiknya jika membeli produk AMDK yang pabriknya ada di daerah masing-masing saja (lokal), karena air itu diambil dari sumber air di daerah itu juga. Fair kan ?
AMDK ini bukan air sumur bor lalu dikemas dalam botol/cup/galon, tapi melalui proses lagi, nah proses itulah yang kita bayar.
Bisa saja bikin sendiri kok, tapi perlu maintenance dan knowledge/pengetahuan serta skill yang memadai, sekali lagi beli AMDK ya semua itulah yang kita bayar.
Air di sumur milik saya di depan rumah saya memiliki TDS 5 ppm dengan pH 5. Bisa saja dinaikkan pH menggunakan Corosex (Magnesium Oxide) sehingga pH naik jadi 7 - 8, tapi kesadahan air meningkat, TDS jadi naik.
Mengenai "Kejahatan" perusahaan AMDK, itu gambaran bagaimana pemerintah daerah di sana. Mestinya membuatkan sumur bor dengan kedalaman 50 - 100 meter dan difungsikan untuk umum, dibuatkan dalam jumlah yang banyak di beberapa titik. Karena airnya ada kok, cuman dalam banget jadinya. Perusahaan AMDK wajib menggunakan sumber air di kedalaman lebih dari 100 meter sehingga seharusnya untuk air di kedalaman 50 meter akan melimpah untuk masyarakat.
Idealnya, tidak cuma air bersih saja yang disediakan pemerintah lewat sumur-sumur bor, tapi juga air siap minum untuk seluruh masyarakat yang bisa diminum langsung dari keran.
Lalu mengenai TDS Meter, itu bisa dibohongi kok/direkayasa,,, karena semua alat TDS Meter punya fungsi kalibrasi, sehingga angka bacaannya bisa dibikin lebih besar daripada seharusnya. Begitu juga pH Meter.
Lalu mengenai alat Electrolyzer, itu banyak diungkap oleh pakarnya bahwa alat itu Scam/Bohong, itu alat yang sering digunakan sales RO (Reverse Osmosis) dalam upaya menakut-nakuti masyarakat agar membeli alat RO yang mereka jual, di Canada sempat ada skandal besar yang diungkap media, yakni dari perusahaan SimpleO2, cek saja di YouTube video investigasinya.
Percuma bro tulisan lo, kl gaada yg ngolah air lo minum air keran mau emg? Gua jg yakin lo pasti mengkonsumsi aqua itu sendiri atau merk2 lain lah yg sama aja sumbernya dr desa2 di indonesia. Lo kl mau protes coba lo contohin dulu minum air keran tiap hari. Kocak
BalasHapus