Kamis, 23 Desember 2010

Mengapa saya harus percaya pada kebangkitan Kristus?

Adalah merupakan fakta yang sudah cukup buktinya bahwa Yesus dihukum mati di depan umum di Yudea pada abad pertama AD, di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, dengan cara di salib, atas permintaan dari Mahkamah Agama Yahudi. Kesaksian sejarah non-Kristen dari Flavius Josephus, Cornelius Tacitus, Lucian dari Samosata, Maimonides, dan bahkan dari Mahkamah Agama Yahudi mendukung kesaksian dari orang-orang Kristen mula-mula mengenai aspek historis penting dari kematian Yesus Kristus.


Mengenai kebangkitanNya, ada beberapa bukti yang kuat. Ahli hukum dan negarawan internasional Sir Lionel Luckhoo (tercatat dalam Guinness Book of World Records untuk keberhasilannya dalam membela 245 kasus pembunuhan secara berturut-turut) menjadi lambang dari antusiasme dan keyakinan Kristen akan kuatnya bukti kebangkitan ketika dia menulis, “Saya memiliki pengalaman lebih dari 42 tahun sebagai pengacara di berbagai penjuru dunia dan masih praktek secara aktif hingga hari ini. Saya beruntung bahwa berkali-kali saya sukses dalam pengadilan dan dengan tegas saya harus katakan bahwa bukti dari kebangkitan Yesus Kristus begitu banyak dan kuat sehingga harus diterima tanpa ada keraguan sama sekali.”

Tidak mengherankan bahwa masyarakat sekuler menanggapi bukti-bukti itu secara apatis sesuai dengan sikap mereka yang bersiteguh dengan komitmen kepada metodologi naturalisme. Bagi mereka yang asing dengan istilah ini, metodologi naturalisme adalah usaha manusia untuk menjelaskan segala sesuatu berdasarkan alasan-alasan alamiah dan hanya alasan-alasan alamiah semata-mata. Jikalau apa yang dianggap sebagai peristiwa historis bertentangan dengan penjelasan alamiah (misalnya mujizat kebangkitan), para sarjana sekuler umumnya memperlakukannya dengan skeptisisme yang berlebihan, tanpa memperdulikan bukti yang sekuat apapun.

Dalam pandangan kami, sikap bersiteguh sedemikian terhadap penyebab-penyebab alamiah sekalipun tidak didukung oleh bukti-bukti yang cukup adalah merupakan sikap yang tidak kondusif terhadap penelitian yang tidak berpihak. Kami sepaham dengan Dr. Wehner von Braun dan banyak lagi yang lainnya yang tetap percaya bahwa memaksakan kecenderungan filosofi populer kepada bukti-bukti yang ada menghalangi obyektifitas. Dalam kata-kata dari Dr. Von Braun, “Dipaksa untuk percaya pada hanya satu kesimpulan … adalah pelanggaran terhadap obyektifitas sains itu sendiri.”

Setelah mengatakan demikian, mari kita menelaah beberapa bukti yang mendukung kebangkitan.

Bukti pertama mengenai kebangkitan Kristus

Mari kita mulai dengan kesaksian yang sungguh-sungguh dari para saksi mata. Para apologis Kristen yang mula-mula mengutip ratusan saksi mata, beberapa dari mereka mencatat pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Banyak dari para saksi mata ini dengan sukarela dan tekad bulat mengalami penganiayaan yang panjang dan kematian daripada menyangkali kesaksian mereka. Fakta-fakta ini membuktikan kesungguhan mereka, tidak mungkin mereka menipu. Menurut catatan sejarah (Kisah Rasul 4:1-17; Surat Plini kepada Trajan X, 96, dll) kebanyakan orang Kristen dapat mengakhiri penderitaan mereka dengan menyangkali iman mereka. Namun kebanyakan justru memilih untuk menjalani penderitaan mereka dan tetap memberitakan kebangkitan Kristus sampai akhir hayat mereka.

Memang harus diakui bahwa sekalipun mati syahid itu mengagumkan, namun tidak betul-betul merupakan sesuatu yang kuat. Hal itu tidak meneguhkan kepercayaan sebaliknya lebih menekankan pada si orang percaya (dengan menunjukkan kesungguhan mereka dengan cara yang dapat dibuktikan). Apa yang membuat para martir Kristen mula-mula ini luar biasa adalah karena mereka tahu apakah yang mereka percaya itu benar atau tidak. Mereka benar-benar melihat Yesus hidup lagi setelah kematianNya atau sama sekali tidak. Ini yang luar biasa. Kalau semua ini hanya merupakan kebohongan, mengapa begitu banyak yang tetap mempertahankannya dalam keadaan yang mereka harus tanggung? Mengapa mereka terus berpegang pada dusta yang begitu merugikan dan bersedia menanggung penganiayaan, penjara, siksa dan kematian?

Walaupun tidak diragukan bahwa para pembajak pada peristiwa 11 September 2001 percaya pada apa yang mereka katakan (dibuktikan dengan kerelaan mereka untuk mati demi kepercayaan mereka) mereka tidak tahu dan tidak dapat tahu apakah semua itu benar atau tidak. Mereka beriman pada tradisi yang diwariskan kepada mereka secara turun temurun. Sebaliknya orang-orang Kristen mula-mula yang menjadi martir adalah orang-orang dari generasi pertama. Mereka melihat sendiri apa yang mereka katakan mereka lihat atau mereka sama sekali tidak melihatnya.

Dari antara para saksi yang paling menonjol adalah para Rasul. Secara kelompok mereka mengalami perubahan yang drastis setelah penampakan Kristus setelah dibangkitkan. Begitu Yesus disalib, mereka menyembunyikan diri dalam ketakutan. Setelah kebangkitan, mereka turun ke jalan, dengan berani memberitakan kebangkitan sekalipun harus mengalami penganiayaan yang makin berat. Bagaimana kita menjelaskan perubahan yang begitu mendadak dan drastis? Jelas bukan karena keuntungan finansial. Para Rasul mengorbankan segalanya, termasuk hidup mereka, demi untuk memberitakan kebangkitan.

Bukti kedua mengenai kebangkitan Kristus.

Bukti kedua berhubungan dengan pertobatan dari sekelompok orang yang ragu, yang paling menonjol adalah Paulus dan Yakobus. Menurut pengakuannya sendiri Paulus adalah seorang penganiaya gereja mula-mula yang keji. Setelah apa yang digambarkannya sebagai pertemuan dengan Kristus yang bangkit, Paulus mengalami perubahan yang mendadak dan drastis, dari penganiaya yang keji menjadi salah seorang pembela gereja yang paling tangguh dan pandai. Sama seperti orang-orang Kristen lainnya, Paulus mengalami penganiayaan, kekurangan, cambuk, pemenjaraan dan dieksekusi karena komitmennya yang tidak goyah terhadap kebangkitan Kristus.

Yakobus adalah seorang skeptik walaupun tidak melakukan kekerasan seperti Paulus. Pertemuannya dengan Kristus yang bangkit mengubah dia menjadi orang percaya yang sulit untuk ditiru, bahkan menjadi pemimpin gereja di Yerusalem. Hingga hari ini kita masih memiliki apa yang secara umum diterima oleh para sarjana sebagai salah satu dari surat-suratnya kepada gereja mula-mula. Sama seperti Paulus, Yakobus bersedia menderita dan mati demi kesaksiannya, suatu fakta yang membuktikan kesungguhan imannya (lihat Kisah Para Rasul dan Antiquities of Jews XX, ix, 1 yang ditulis oleh Josephus).

Bukti ketiga dan keempat mengenai kebangkitan Kristus.

Bukti ketiga dan keempat berhubungan dengan kesaksian dari para musuh mengenai kubur kosong dan fakta bahwa kepercayaan mengenai kebangkitan berakar di Yerusalem. Yesus dihukum mati di depan umum dan dikuburkan di Yerusalem. Adalah tidak mungkin untuk kepercayaan mengenai kebangkitannya dapat berakar di Yerusalem sementara tubuhnya masih tergeletak di dalam kubur yang dapat digali kembali oleh Sanhedrin, diperlihatkan kepada umum, dan dengan demikian membuktikan kepalsuan kebangkitannya. Sebaliknya, Sanhedrin menuduh para murid telah mencuri tubuh Yesus, nampaknya untuk menjelaskan hilangnya tubuh Yesus (dan kubur kosong). Bagaimana kita dapat menjelaskan fakta mengenai kubur kosong?

Berikut ini adalah tiga penjelasan yang paling umum.

Pertama, para murid mencuri tubuh Yesus. Kalau memang demikian, mereka akan tahu bahwa kebangkitan itu hanya merupakan suatu cerita bohong. Karena itu mereka tidak mungkin bersedia menderita dan mati untuk itu (lihat bukti pertama mengenai kesungguhan dari kesaksian para saksi mata). Semua saksi mata akan tahu bahwa mereka tidak betul-betul melihat Kristus bangkit dan karena itu mereka sudah berdusta. Dengan begitu banyak orang yang bersekongkol, salah seorang pasti akan mengaku, kalau bukan untuk mengakhiri penderitaannya, maka untuk mengakhiri penderitaan dari teman-teman dan keluarganya. Generasi Kristen yang pertama dianiaya dengan sangat kejam, khususnya setelah kebakaran di Roma pada tahun 64 AD (kebakaran yang katanya diperintahkan oleh Nero untuk menyediakan ruang untuk memperbesar istananya, tapi dituduhkan pada orang-orang Kristen di Roma untuk membebaskan diri sendiri). Sebagaimana dikisahkan oleh sejarahwan Roma, Cornelius Tacitus, dalam Annals of Imperial Rome (diterbitkan satu generasi setelah kebakaran itu)

“Nero menyalahkan dan dengan amat kejam menganiaya lapisan masyarakat yang paling dibenci, yaitu mereka yang disebut orang-orang Kristen oleh masyarakat umum. Pada masa pemerintaahan Tiberius, Kristus, sumber dari panggilan itu, menderita hukuman yang amat keji dalam tangan salah seorang penguasa kita, yaitu Pontius Pilatus, dan tahyul yang paling jahat yang untuk sementara terkendali kembali membara, bukan saja di Yudea, sumber kejahatan yang pertama, tapi juga di Roma, di mana segala hal yang najis dan memalukan dari seluruh dunia berdatangan dan menjadi populer. Seturut dengan itu, mula-mula mereka yang mengaku bersalah ditangkap, dan berdasarkan informasi dari mereka, khalayak ramaipun didakwa, bukan karena membakar kota, namun karena kejahatan melawan kemanusiaan. Sesudah matipun, mereka masih dihina dengan sangat. Mereka dipakaikan kulit binatang liar dan kemudian dicabik-cabik oleh anjing hingga mati, atau dipaku di salib, atau dibakar dengan api dan dijadikan penerangan malam ketika kegelapan tiba.” (Annals, XV, 44).

Nero menggunakan orang-orang Kristen yang dia bakar hidup-hidup sebagai penerangan untuk pesta-pesta taman yang diselenggarakannya. Menghadapi penderitaan dan kesakitan yang luar biasa seperti ini pasti akan ada yang mengakui kebenaran. Namun demikian, faktanya kita tidak mendapatkan catatan apapun bahwa ada orang Kristen mula-mula yang menyangkali iman mereka demi untuk mengakhiri penderitaan mereka. Sebaliknya kita mendapatkan berbagai kisah mengenai penampakan sesudah kebangkitan dan ratusan saksi mata yang bersedia menderita dan mati karenanya.

Jikalau para murid tidak mencuri tubuh Kristus, bagaimana kita menjelaskan kubur kosong? Ada yang mengatakan bahwa Kristus pura-pura mati dan belakangan melarikan diri dari kuburan. Ini sama sekali tidak masuk akal. Menurut para saksi mata, Kristus dipukuli, disiksa, dicambuk dan ditikam. Dia menderita luka dalam, kehilangan darah dalam jumlah besar, tidak bisa bernafas dan ditikam dengan tombak. Tidak ada dasar untuk percaya bahwa Yesus Kristus (atau siapapun) dapat lolos dari penderitaan seperti itu, pura-pura mati, berbaring dalam kubur selama tiga hari tiga malam tanpa mendapat perawatan medis, makanan atau air, menyingkirkan batu besar yang menutupi kuburnya, lari tanpa meninggalkan bekas (tanpa meninggalkan jejak darah), meyakinkan ratusan saksi mata bahwa dia bangkit dari kematian dan sehal walafiat, dan kemudian menghilang tanpa bekas. Pemikiran semacam ini sangat tidak masuk akal.

Bukti kelima mengenai kebangkitan Kristus

Akhirnya, bukti kelima berhubungan dengan keanehan dari kesaksian para saksi mata. Dalam semua kisah utama mengenai kebangkitan, para wanita disebut sebagai para saksi yang pertama dan utama. Hal ini merupakan cara yang ganjil karena dalam budaya Roma dan Yahudi kuno para wanita sangat dipandang remeh. Kesaksian mereka dianggap tidak penting dan dapat diabaikan. Mengingat akan hal ini, sangat tidak mungkin bahwa pencipta cerita palsu dalam abad pertama Yahudi mau memilih wanita sebagai saksi-saksi utama. Dari sekian banyak murid-murid pria yang mengaku bertemu dengan Yesus yang bangkit, kalau saja semua itu adalah kebohongan dan kisah kebangkitan adalah penipuan, mengapa justru saksi-saksi yang paling diremehkan dan tidak dipercaya yang dipilih?

Dr. William Lane Craig menjelaskan, “Ketika Anda memahami peranan wanita dalam masyarakat Yahudi di abad pertama, luar biasa sekali bahwa kisah mengenai kubur kosong menampilkan wanita sebagai yang pertama-tama menemukan kubur kosong. Wanita menempati tingkatan yang sangat rendah dalam strata sosial di abad pertama Palestina. Ada pepatah kuno yang mengatakan “Lebih baik kata-kata Torat dibakar daripada diberikan kepada wanita,” dan “Diberkatilah dia yang mendapatkan anak laki-laki, namun celakalah dia yang mendapatkan anak perempuan.” Kesaksian para wanita dianggap tidak ada gunanya sehingga mereka tidak diizinkan untuk bertindak sebagai saksi dalam sistim pengadilan Yahudi. Dalam terang ini, sangatlah luar biasa bahwa para saksi utama dari kubur kosong adalah para wanita ini. … Semua kisah legenda pada jama belakangan pasti akan menggambarkan murid-murid laki-laki yang menemukan kubur itu, misalnya Petrus atau Yohanes. Fakta bahwa para wanita adalah saksi mula-mula dari kubur kosong dapat dijelaskan dengan penuh kepastian bahwa kenyataannya, suka atau tidak suka, merekalah yang menemukan kubur kosong! Hal ini memperlihatkan bahwa para penulis Injil dengan setia mencatat apa yang terjadi sekalipun itu memalukan. Hal ini membuktikan sifat historis dari tradisi ini dan bukan sebagai legenda. (Dr. William Lane Craig, dikutip oleh Lee Strobel, The Case for Christ, Grand Rapids: Zondervan, 1998, hal. 293.

Ringkasan

Bukti-bukti ini: kesungguhan yang nyata dari para saksi mata (dan dalam hal para Rasul, perubahan yang drastis dan tak terduga), pertobatan dan kesungguhan dari para antagonis dan orang-orang skeptik yang kemudian mati syahid, fakta mengenai kubur kosong, kesaksian dari musuh mengenai kubur kosong, fakta bahwa semua peristiwa ini terjadi di Yerusalem di mana kepercayaan mengenai kebangkitan muncul dan berkembang, kesaksian dari para wanita, makna dari kesaksian mereka dalam konteks sejarah; semua ini secara kuat menyaksikan sifat historis dari kebangkitan. Kami mendorong para pembaca untuk mempertimbangkan bukti-bukti ini. Apa yang dikatakan oleh bukti-bukti ini kepada Anda? Setelah merenungkannya, kami dengan penuh ketekadan mendukung pernyataan dari Sir Lionel:“

“Bukti dari kebangkitan Yesus Kristus begitu banyak dan kuat sehingga harus diterima tanpa ada keraguan sama sekali.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar